Mungkin tulisan yang sedang terbaring lemas ini menggangumu dan juga menggangu waktu yang kau miliki, tapi ku mohon bacalah. Mereka sudah ku tugaskan untuk menyampaikan ribuan perasaan yang ku miliki padamu. Perasaan yang selalu hadir ketika kau lewat di hadapanku, dan juga singgah di lamunanku.
Aku menulis surat ini tadi malam, saat bulan sedang purnama, saat malam tidak ditutup oleh awan. Awalnya hanya kertas yang membisikanku untuk menuliskan semua perasaanku padamu, lama-lama pulpen yang kemarin kau pinjamkan padaku pun ikut-ikutan. Akhirnya aku pun menulis juga, tentu saja di bawah bulan purnama.
Jujur, sebuah kemunafikan jika aku mengatakan aku tidak menyukaimu, dan karena itu aku melakukan semua hal yang dapat membuat semua orang menyimpulkan jika aku menyukaimu.
Memang pertemuan pertama kita saat kau berkunjung ke sekolahku tidak terlalu terasa debaran-debaran yang di ciptakan oleh jantung. Saat itu adalah hari dimana semua orang sedang jatuh cinta, sementara kita baru saja putus dari pacar kita. Mengenaskan ya.
Kau pun mulai rajin untuk mengisi dinding facebookku. Cukup lama aku pula membalas tulisan-tulisan anehmu. Dan pada akhirnya kau pun memilih hijrah dari facebook ke sms.
Aku pun terbelit rasa malu untuk menulis surat ini. Lantas apa yang harus aku tulis lagi. Apa aku harus menceritakan tentang boneka babi bernama jeto yang selalu kau ajak tidur itu? Apa aku harus menanyakan tentang adikmu yang ternyata lebih cantik dari pada kau?
Ah, surat ini pun berputar-putar saja, seperti kipas angin yang dari tadi berputar-putar mengusir hawa panas di kamarku ini, dan dia pun sesekali melirik ke atas kertas dimana aku menulis segala perasaanku ini. Aku yakin tahu jika aku memang begini, selalu saja tidak dapat mengatakankannya secara singkat dan tepat pada intinya saja.
Sebenarnya inti dari surat ini sangat sederhana. Aku ingin sekali mengatakan aku mencintaimu, dan Aku akan mengatakannya lagi dan lagi. Aku mencintaimu, ya, kamu. Hanya saja rasa malu ini menjalar dan melumpuhkan sistem kesadaranku. Aku takut kau tidak suka padaku, dan ribuan harapan yang sudah aku taburkan di setiap malamnya pun runtuh, dan seolah menjelma bintang jatuh.
Sejujurnya, kadang-kadang aku ingin kau memberiku pujian besar. Aku menjadi bersenang-senang, mengambang lagi. Tapi aku tahu tanpa keraguan bahwa aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu dan itu memalukan.
Ah, rasa malu semakin membuat jantungku berdebar, semakin keras dan keras saja. Aku tidak bisa membendung itu. Dan aku ingin mengulangi pernyataanku, jika aku mencintaimu, dan aku ingin memintamu sesuatu yang selalu ku inginkan sejak lama. Sejak pertemuan kita dulu.
Maukah kau jadi kekasihku
Kekasih yang hadir dalam kenyataan dan juga mimpi.
Aku menulis surat ini tadi malam, saat bulan sedang purnama, saat malam tidak ditutup oleh awan. Awalnya hanya kertas yang membisikanku untuk menuliskan semua perasaanku padamu, lama-lama pulpen yang kemarin kau pinjamkan padaku pun ikut-ikutan. Akhirnya aku pun menulis juga, tentu saja di bawah bulan purnama.
Jujur, sebuah kemunafikan jika aku mengatakan aku tidak menyukaimu, dan karena itu aku melakukan semua hal yang dapat membuat semua orang menyimpulkan jika aku menyukaimu.
Memang pertemuan pertama kita saat kau berkunjung ke sekolahku tidak terlalu terasa debaran-debaran yang di ciptakan oleh jantung. Saat itu adalah hari dimana semua orang sedang jatuh cinta, sementara kita baru saja putus dari pacar kita. Mengenaskan ya.
Kau pun mulai rajin untuk mengisi dinding facebookku. Cukup lama aku pula membalas tulisan-tulisan anehmu. Dan pada akhirnya kau pun memilih hijrah dari facebook ke sms.
Aku pun terbelit rasa malu untuk menulis surat ini. Lantas apa yang harus aku tulis lagi. Apa aku harus menceritakan tentang boneka babi bernama jeto yang selalu kau ajak tidur itu? Apa aku harus menanyakan tentang adikmu yang ternyata lebih cantik dari pada kau?
Ah, surat ini pun berputar-putar saja, seperti kipas angin yang dari tadi berputar-putar mengusir hawa panas di kamarku ini, dan dia pun sesekali melirik ke atas kertas dimana aku menulis segala perasaanku ini. Aku yakin tahu jika aku memang begini, selalu saja tidak dapat mengatakankannya secara singkat dan tepat pada intinya saja.
Sebenarnya inti dari surat ini sangat sederhana. Aku ingin sekali mengatakan aku mencintaimu, dan Aku akan mengatakannya lagi dan lagi. Aku mencintaimu, ya, kamu. Hanya saja rasa malu ini menjalar dan melumpuhkan sistem kesadaranku. Aku takut kau tidak suka padaku, dan ribuan harapan yang sudah aku taburkan di setiap malamnya pun runtuh, dan seolah menjelma bintang jatuh.
Sejujurnya, kadang-kadang aku ingin kau memberiku pujian besar. Aku menjadi bersenang-senang, mengambang lagi. Tapi aku tahu tanpa keraguan bahwa aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu dan itu memalukan.
Ah, rasa malu semakin membuat jantungku berdebar, semakin keras dan keras saja. Aku tidak bisa membendung itu. Dan aku ingin mengulangi pernyataanku, jika aku mencintaimu, dan aku ingin memintamu sesuatu yang selalu ku inginkan sejak lama. Sejak pertemuan kita dulu.
Maukah kau jadi kekasihku
Kekasih yang hadir dalam kenyataan dan juga mimpi.
Comments
Post a Comment