Skip to main content

Pada suatu Saat Nanti

 untuk: devi rosdiani


Januari tiba juga. Bulan yang selalu dijadikann tumbal dalam perayaan kembang api.  Langit malam pertama benar-benar terang, penuh bunga yang selalu  saja bercahaya dan meledak tanpa sedikit pun menoleh ke arah kita.
                Aku sendiri di antara ribuan pasangan manusia. Menunggumu, dalam perjanjian bertemu di tempat yang tidak jauh dari bianglala ini, sepertinya nanti senyummu akan tersamar oleh keremangan malam. Bintang bertaburan.
                Arloji selalu ku sapa setia menit, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, seolah tidak sabar untuk bertemu denganmu. Kembang api sudah mulai dinyalakan, tapi hanya sebagian kecil saja. Bianglala ini semakin menawarkan ilusi akan hadirnya kehidupan malam.
                Tunggu sebentar, sedikit lagi sampai nih, pesan darimu yang masuk ke dalam telepon gengamku. Kita memang berjanji untuk bertemu sekitar pukul 9 malam, dan ini sudah lewat setengah jam dari waktu yang dijanjikan. Tapi sungguh kau memang pantas untuk aku tunggu.
                Januari, sehabis itu februari. Februari adalah bulan dimana kita bertemu dulu. Penuh cinta, karena kita benar-benar bertemu dimana semua orang sedang jatuh cinta pada orang yang dicintainya. Pertemuan pertama kita berjalan sederhana. Tanpa kembang api ataupun petasan yang meledak. Hanya ada soto ayam jam 2 pagi dan juga beberapa puluh coklat yang teman-temanmu berikan pada semua orang yang ada di tempat kita ini. Aku mendapat coklat darimu. Sebagai penyambut aku yang sedang memakai status sebagai tamu di sekolahmu dulu.
                Langit cerah, angin bergerak sangat lambat. Lantas apa yang harus aku katakana seandainya kita bertemu nanti. Mungkin pada awalnya sebuah basa-basi. Aku menanyakan kabar orang tuamu yang sangat menjagamu, atau mungkin aku akan menanyakan kabar boneka babimu yang bernama jeto, atau adikmu yang ternyata lebih cantik dari padamu. Tapi hal yang ingin ku tanyakan adalah kabar perasaanmu yang terluka akibat putus cinta dulu. Apakah kau sangup untuk membuka perasaanmu lagi kepada laki-laki lain, contohnya aku. Daun angsana terbang perlahan terbawa angin.
                Aku pun duduk di bangku yang tidak beberapa jauh dari bianglala. Mengambil sekotak susu coklat yang aku beli sebelum kesini. Ya, disini semua harga mahal, makanya aku membeli persediaan logistic untuk bertemu denganmu di luar dari area tempat ini. Semua harga bisa sangat mahal. Aku meneguk susu coklat. Aku memang tidak terlalu suka susu coklat, aku lebih suka eskrim. Sama sepertimu dan wanita kebanyakan. Tapi, kau sama-sama tahu jika es krim tidak bisa menunggu, dan sebuah kejahatan besar jika membuat sebuah eskrim meleleh sia-sia.
                Beberapa kembang api yang berterbangan di malam ini sangat mirip dengan kunang-kunang. Aku sesaat terhipnotis akan keindahan yang disajikannya. Bunga yang bermekaran di langit. Meledak, bercahaya lalu tertelan oleh kegelapan.
                Kau pun datang, sebelum aku menghabiskan susu coklat ini. Masih aja suka susu coklat kak. Aku pun tersenyum sambil menghabiskan susu coklat ini. Aku ingin menawarkanmu, tapi aku pikir kau tidak suka susu coklat bekas laki-laki begajulan ini. Kotak susu coklat ini pun masuk ke dalam tempat sampah. Bukan karena aku mengangapnya tidak berguna, tapi ku pikir kotak itu lebih senang di sana dan agar tidak merasa cemburu pada benda-benda lain yang dibuang sembarangan.
                Kau memakai kerudung berwarna biru, dengan bros bunga yang pernah aku berikan. Kau mengenakan jaket tipis berwarna merah. Aku tidak tahu sampai kapan jaket itu akan membantumu bertahan dari dingin malam ini. Dan satu hal yang tidak pernah luput, yaitu parfum khas yang selalu kau pakai.
                Kemana kita kak? Aku menunjuk bianglala yang sudah ada di depan kita ini. Kau memandang takjub. Cahaya lampu yang ada di bianglala seolah terpantul kembali di matamu. Aku sesekali mencuri pandang, agar dapat melihat matamu lebih jelas. Mata yang tidak pernah bisa aku tampikan keindahannya. Bianglala berputar lambat.
                Ayo beli tiket! Jadi kepingin naik jadinya. Ucapmu dengan bersemangat.
                Aku pun mengeluarkan dua tiket. Itu adalah tiket untuk menaiki bianglala ini. Aku ingin menaiki sampai puncak agar dapat melihat kota dari atas sana, agar kita sama-sama bisa menebak dimana rumah kita berada. Agar kita sama-sama menebak dimana letak restoran seafood yang ada di dekat rumahmu. Sungguh kota seperti lampu kecil yang ada di pohon natal.
                Tidak terlalu lama menunggu untuk menaiki bianglala ini. Giliran kita naik akhirnya datang juga. Pertama aku agak grogi, ditambah lagi kau memengang tanganku saat kau nyaris terjatuh. Aku menahanmu yang hampir terjatuh.
                Kita pun menaiki bianglala ini. Yang selalu menampilkan sejuta keajaiban. Sebuah balon berwarna merah melayang tinggi, Sepertinya benangnya terlepas dari anak kecil yang kita temui tadi. Angin meracau suasana. Aku mulai merasa keringat dingin. Bianglala berputar lambat.
                Sesampainya di puncak. Tebakanku benar, kita sama-sama mencari dimana tempat tinggal kita, dimana letak restoran seafood, dan dimana letak penjual eskrim yang pernah kita buat pusing penjualnya karena kita membeli eskrimnya yang banyak. Penjual itu tampak sangat keropotan.
                *****
Matamu berbeda, seperti ada salju yang terperangkap di dalamnya. Dan seolah semua cahaya terpantul jelas oleh matamu itu. Bahkan cahaya dari kembang api yang bermekaran di angkasa, bermekaran sambil membelah gelap malam, membelah dengan segenap cahaya. Bintang seolah tampak ingin gugur.
Aku menyukaimu, mungkin sangat menyukaimu. Kemudian keajaiban bianglala pun terjadi. Waktu dibuatnya berhenti. Hanya kita berdua yang masih menikmati keadaan ini. Sebuah kejaiban terjadi, benar-benar terjadi. Kau pun melihat sekeliling, aku mengengam kedua tanganmu, mata kita bertemu. Aku sedikit tersenyum sambil mengaduk segala perasaan ini.
Maukah kau menikah denganku?
                                                                                                                             Pejuang, 2 januari 2011



Add caption

Comments

Popular posts from this blog

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #1

Seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti Kita berbeda bahasa, pada akhirnya akan menikah juga. Sebuah impian yang selama ini aku bayangkan tentang menjadi orang pertama yang mendapat senyum pagi dan juga sapaan  ohayou yang kau ucapkan tercapai juga. Dari dulu yang aku banyangkan hanya bisa bertemu denganmu saja, itu sudah sangat cukup. Tapi kenyataannya kita bisa bersama juga dalam sebuah ikatan yang selalu dijadikan manusia sebagai ritual untuk menjalin cinta. Kita akan menikah nanti. Kita bertemu pertama kali adalah saat pohon sakura diwajibkan untuk mengugurkan kelopak-kelopak bunganya oleh musim yang selalu berganti dan tidak pernah lelah untuk menyambut matahari yang selalu kau kagumi. Kau tahu itu memang harus terjadi, maksudku tentang sakura yang gugur, mungkin juga tentang pertemuan kita dan pernikahan kita nanti memang harus terjadi. Angin berhembus dan menyapu beberapa daun yang sudah jatuh dari ranting dan dan mati di perkarangan rumahmu, dan sore hari

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #2

berakhir juga, juga permainan sederhana kita dengan memainkan kaki kita di bawah meja pemanas kita. kau pun berdiri, lalu menyalakan radio. sepertinya kau ingin menyindirku. kau tahu aku tidak bisa berbahasa sepertimu. tapi tak apalah, aku hanya ingin menikmati lantunan musiknya saja sambil melihat matamu yang tidak akan bisa untuk aku munafikan keindahannya. angin kencang mengetuk-ngetuk jendela, seolah mengoda situasi kita yang sedang berdua saja di ruangan ini. kita berkencan tanpa adanya bahasa. kita hanya bermain dengan isyarat. itupun masih agak sulit dimengerti, karena kebudayaan kita berbeda. aku hanya bisa menutup kebodohankku ini. akhirnya kau pun kearahku, mendekatkan wajah kita berdua dan akhirnya bibir kita bertemu, saling mengenalkan dirinya masing-masing. kesunyian masuk tanpa mengetuk pintu, dan tidak ada yang terkejut diantara kita ataupun beberapa hiasan dinding. kau dan aku masih menikmati suatu hal yang selalu dirahasiakan orang tua kita. aku merahasiakan tentang a

Lonceng Emas Sandora

Tolong dentangkan kembali lonceng emas sandora agar si pembohong dunia ini tenang agar ular peliharaan kita terkenang lalu rayakan lagi sebuah pesta panjang tentang alasan ungun yang tak pernah ingin padam dengan makanan, minuman juga tarian yang tidak pernah kunjung habis dipentaskan Tolong dentangkan kembali agar si pembohong ini tenang