Skip to main content

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #1

Seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti

Kita berbeda bahasa, pada akhirnya akan menikah juga. Sebuah impian yang selama ini aku bayangkan tentang menjadi orang pertama yang mendapat senyum pagi dan juga sapaan ohayou yang kau ucapkan tercapai juga. Dari dulu yang aku banyangkan hanya bisa bertemu denganmu saja, itu sudah sangat cukup. Tapi kenyataannya kita bisa bersama juga dalam sebuah ikatan yang selalu dijadikan manusia sebagai ritual untuk menjalin cinta. Kita akan menikah nanti.
Kita bertemu pertama kali adalah saat pohon sakura diwajibkan untuk mengugurkan kelopak-kelopak bunganya oleh musim yang selalu berganti dan tidak pernah lelah untuk menyambut matahari yang selalu kau kagumi. Kau tahu itu memang harus terjadi, maksudku tentang sakura yang gugur, mungkin juga tentang pertemuan kita dan pernikahan kita nanti memang harus terjadi.
Angin berhembus dan menyapu beberapa daun yang sudah jatuh dari ranting dan dan mati di perkarangan rumahmu, dan sore hari nanti akan ada seseorang yang menyapu mereka semua jika gugur. Namun orang itu bukan kau. Entah siapa, mungkin seseorang yang tidak serajin kau untuk menyapu perkarangan rumah yang selalu penuh dengan daun angsana. Sebentar lagi kau akan pindah dan meninggalkan tempat ini. Tentu saja ke tempat baru yang sudah ku persiapkan sebelumnya. Memang masih kecil tapi suatu saat nanti kau akan menikmati rumah yang selalu kau idamkan, penuh dengan mawar, dan juga beberapa kunang-kunang jika malam.
Kini kita saling berhadap, tidak saling berbicara, karena memang kita berbeda bahasa. Kau tidak mengerti tentang apa yang aku katakan, dan aku tidak mengerti pula tentang apa yang kau katakan. Unik ya, lantas bagaimana kita bisa saling bercinta. Apa hanya dengan saling menatap saja, dan membaca setiap isyarat yang terpancar?? Ah, rahasia Tuhan memang tidak pernah bisa di duga. Dalam balutan kimono berwarna biru kau terlihat sangat angun.
Beberapa cahaya perak masuk ke ruangan ini, terbias dari kaca-kaca jendela ruangan ini. Di depan kita sudah kau siapkan the hijau. Aku lebih suka the dari pada sake. Aku mudah sekali untuk mabuk. Selain minuman juga ada sepiring kue beras yang sudah kau siapkan dari tadi. Apakah kita harus tetap diam begini atau berbicara semerawutnya.
Aku ingin sekali memintamu menyanyi, sedikit saja, karena memang hal yang paling aku kagumi selain mata dan senyummu adalah suaramu. Seolah ada getaran yang sangat hebat saat aku benar-benar mendengar kau bernyanyi. Bahkan mataku pun tidak bisa berkedip untuk melihatmu bernyanyi.
Awalnya aku sangat ragu saat bertemu denganmu.  Karena aku berfikir jika kau sudah memiliki kekasih atau buruknya aku berfikir jika kau sudah memilki tunangan. Bagaimana tidak aku berfikir seperti itu, kau sangat cantik, bahkan dulu saat aku melihat fotomu aku fikir adalah seorang bidadari yang terlepas dari ikatan surga dan memilih untuk hidup di bumi, karena memang di surga kesepian sangat dipelihara.
Namun pada kenyataannya kau hanya wanita biasa. Tapi sampai saat ini aku masih saja menganggapmu sebagai bidadari yang aku ceritakan tadi. Ah, angin diluar bertiup agak kencang. Kaki kita pun masuk kedalam meja hangat lalu tanpa disadari kita pun beradu kaki di bawahnya. Ya ternyata lebih baik kita tidak saling berbicara. Dan semoga ketidakpahaman kita terhadap bahasa tidak menimbulkan sebuah kecurigaan.
Aku pun memulai untuk memecahkan kecangugan ini. Aku mengambil kue beras di atas lalu memakannya dengan lahap, lalu pura-pura tersedak. Kau pun langsung berdiri, tampak sedikit panic. Kau ke dapur mengambilkanku segelas air putih, padahal di meja ada segelas the yang kau buat. Sepertinya kau lupa karena panik tersebut. Dan kau tahu, jika kau terjebak perangkap kunoku. Aku tersenyum seolah ingin mengatakan terima kasih. Aku baru teringat, dan mengatakan arigatou, dalam bahasanya berarti terima kasih. Kau pun menganguk, dan menjawab dengan bahasa yang tidak ku mengerti.
Aku baru tersadar jika wajah kita hanya berjarak beberapa centi saja. Haruskah kita melakukan ritual untuk menunjukan perasaan di antara kita dalam sebuah kecupan sederhana? Tapi kau harus ingat, kita belum menutup hordeng, sehingga angin dan cahaya matahari dengan leluasa menikmati pertunjukan cinta kita. Atau kau ingin menjadikan mereka saksi hidup atas sebuah ritual untuk menunjukan perasaan ini?

bekasi november 2010

Comments

Popular posts from this blog

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #2

berakhir juga, juga permainan sederhana kita dengan memainkan kaki kita di bawah meja pemanas kita. kau pun berdiri, lalu menyalakan radio. sepertinya kau ingin menyindirku. kau tahu aku tidak bisa berbahasa sepertimu. tapi tak apalah, aku hanya ingin menikmati lantunan musiknya saja sambil melihat matamu yang tidak akan bisa untuk aku munafikan keindahannya. angin kencang mengetuk-ngetuk jendela, seolah mengoda situasi kita yang sedang berdua saja di ruangan ini. kita berkencan tanpa adanya bahasa. kita hanya bermain dengan isyarat. itupun masih agak sulit dimengerti, karena kebudayaan kita berbeda. aku hanya bisa menutup kebodohankku ini. akhirnya kau pun kearahku, mendekatkan wajah kita berdua dan akhirnya bibir kita bertemu, saling mengenalkan dirinya masing-masing. kesunyian masuk tanpa mengetuk pintu, dan tidak ada yang terkejut diantara kita ataupun beberapa hiasan dinding. kau dan aku masih menikmati suatu hal yang selalu dirahasiakan orang tua kita. aku merahasiakan tentang a

Lonceng Emas Sandora

Tolong dentangkan kembali lonceng emas sandora agar si pembohong dunia ini tenang agar ular peliharaan kita terkenang lalu rayakan lagi sebuah pesta panjang tentang alasan ungun yang tak pernah ingin padam dengan makanan, minuman juga tarian yang tidak pernah kunjung habis dipentaskan Tolong dentangkan kembali agar si pembohong ini tenang