Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

Komentar Hamzah Gozi

Sebagian besar puisi Museum Hujan merefleksikan perasaan tabah seorang pecinta yang berhati lembut. Ialah sosok berprasangka positif –merenungi masa lalu tak sebatas penyesalan. Kadang terdapat kesedihan yang sungguh ngilu, tetapi dialihkan langsung kepada harapan yang belum pasti perwujudannya. Dengan apa? Penyair membantahnya dengan pertanyaan –semacam sanggahan mungkin. Melalui puisi “Kenangan”, penyair ingin berlurus-pikir atas ingatan, atau dalam puisi “Mendadak”, yang c oba menghibur: karena ada perasaan yang mesti terjaga karena ada hati yang tak boleh retak. Namun, ketika puisi seolah tak menjawab apa-apa, penyair memilih diam. Sebab, diam yang demikian itu juga berarti membiarkan khayalan terasa benar-benar ada, dan terus berkembang. Lantas, tak heran apabila puisi “Pada Bait Ketiga” ia pun gundah karena usahanya menggapai cintanya begitu sia-sia belaka. Di sinilah letak kesimpang-siuaran, penyair tidak bisa menghentikan imajinasi, tatkala kenyataan tidak berp

Kesal

Pria itu kesal bukan main pada rekan kerjannya. Namannya Ani, seorang wanita berkacamata, rambut hitam mengapai-gapai bahu, dengan blezer merah gelap, atau kemeja bergaris hitam. Sepatu berhak 5-7 cm, seorang yang bekerja di tim HRD. Setiap pagi, atau pulang pria itu selalu menemuinya, karena absen dengan sidik jari ada di depan ruangannya. Jika pintunya terbuka, ia akan melihat wanita itu sedang mengurus dokumen-dokumen yang bertumpuk di meja juga lemari, atau sedang berkuta t pada komputer jinjing. Jika pintu itu tertutup maka ia bersyukur luar biasa. Pria itu kesal bukan main, karena baginya wanita itu seperti rembulan. Rembulan yang pertama kali dilihat hanya sebuah benda yang tergantung di langit. Namun semakin dilihat semakin memesona. Sialnya pria itu merasa dirinya seekor serigala. Hanya bisa memandangnya, melihatnya dari ujung tebing atau bukit, atau rimbun dedaunan hutan. Ia hanya dapat meraung tajam karena tidak sekalipun dapat mengapainya. meraung lirih ten

Desember

Tiga anak kecil datang padamu di bethelem Mengantar hadiah di akhir desember sebelum salju tambah tebal dan jalan sulit dijelajah Kawanan anak yang lebih kecil datang padamu Mengantar keluhan dosa sebelum desember tiba Sebelum matahari lebih lekat dengan kulit dan telapak perih mencumbu aspal kau tersipu karenanya walau jelas keduanya berbeda

Mengenang Mantan Pacar

Mengenang mantan pacar Semenjak pagi tadi dia berpikir untuk menikah. Sebenarnya pikiran itu sudah ada setahun yang lalu, hanya saja ia anggap sebagai kelakar yang begitu serius, atau keseriusan yang begitu kelakar. Ia kemudian melaju dengan sepeda motor menuju menteng dari bekasi. Sepanjang jalan raya bekasi ia pun memikirkan kelakarnya yang begitu serius itu.                 Ketika pekerjaannya hanya menghasilkan enam ratus ribu rupiah sebulan, ia pun mengatakan kelakar atau keseriusannya tersebut. Ingin menikah tapi tidak mempunyai 2 hal yang paling penting agar hal tersebut terjadi, yaitu uang dan calonnya. Ia pun suka tertawa pada keseriusannya tersebut, dan suka serius saat ada temannya yang menertawakan kebodohannya yang bukan main itu.                 Kini pekerjaannya sudah membaik. Bisa bayar kontrakan, bantu bayar tagihan listrik, air dan internet rumahnya. Biaya hidup terpenuhi, tinggal menabung, dan mengejar hal yangdiinginkan sejak lama. Ia ingin sekali membel

Cipinang 2

Bu, Malam ini ia serba berbaju ungu, dengan kacamata seharga dua puluh ribu Namanya kemala, berumur sembilan belasan berasal dari desa, mengadu nasib di jakarta lapak sederhana, sebuah lubang sebesar orang dewasa antara tembok pemisah jalanan dan rel kereta cahaya remang, purnama jadi lampu bohlam tidak jarang kereta lewat saat dia layani pelanggan membuat tubuh bergetar karena hanya tipis berjarak atau suara klakson kendaraan, atau polisi melintas namanya kemala, malam itu kita menjelma binatang sepasang anjing di pinggir kereta, menikmati bersama ranum rembulan namanya kemala, ia lepaskan kacamatanya agar dunia ini jadi berbayang dan tetap berbayang Sep 13 ·

Cukup

cukup dia beranjak dari tempat tidur, mengenakan pakaian kembali yang berceceran sambil membakar sigaret di meja "cukup" ucapnya, di sela jemari sigaret menyala mengingatkannya pada senja bersama mantan kekasihnya cinta pertama, ciuman lugu sepasang remaja tempo dulu rambut dikepang, ujung baju digulung pria itu mendadak kikuk, ia ambil segelas air yang tersaji nafasnya terengas kau percaya cinta? ucapnya sambil melihat langit langit menghela asap sigaret mendengar nyanyian cicak yg ingin kawin si pria diam, melihat wanita itu menghembuskan asap melihat raut wanita itu ketika mendengar cicak yang ingin kawin ia menghela nafas "kau masih bocah ternyata" esok, bawalah cinta dan sepotong rembulan juga puisi tentang musim semi pria itu mengangguk "cukup", katanya.

Anak Tangga Jurusan

Anak Tangga Jurusan Selebihnya ialah rasa sepi yang berkepanjangan dihitungnya lalu lalang mahasiswa awal puisi tentang jalangnya pria masih ia anggap gagah Terkadang ia berterima kasih sering dimandikan dengan aroma apel, lemon, mawar agar kau nyaman melewatinya sambil sesekali memandang seorang pria yang duduk menunggu jam kelas lalu ditegur seorang dosen untuk tidak melamun di salah satu anak tangganya Selebihnya ialah rasa sepi yang berkepanjangan ia hitung kembali sudah berapa mahasiswa awal yang datang lalu menghilang karena waktu sudah mengatakan "takdir tak bisa terelakan" 25 oktober 2013

Ruangan

I Menikmati wajahmu pagi ini Seperti mengecap batang kayu es krim Atau permen kapas pada karnaval Di atasnya ada kembang api yang mekar Berdekecap lalu pudar di detik selanjutnya II di sudut ruang,  antara meja meja dan lemari,  kau bermanja mesra dengan telepon gengam secara rahasia.  jemarimu menjelma busa dalam capucino, atau kata dalam puisi III Tadi kita berpapas,  di depan ruang--yang seperti surga karena udaranya lebih dingin daripada di luar-- saling mengalah mengenai siapa yang masuk lebih dahulu dan siapa yang akan menutup pintu.  Kau tersenyum sambil membagi jika kau yang masuk lebih dahulu lalu akulah yang menutup pintu. IV Seharusnya jumat ini kita bertemu,  bekerja dengan hati sembari berbasa basi  mengenai cuaca yang tak kunjung ramah,  beberapa burung gereja yang membuat sarang di sela-sela ventilasi udara,  atau tentang masa depan yang tampak samar. April 2014