Mengenang
mantan pacar
Semenjak pagi
tadi dia berpikir untuk menikah. Sebenarnya pikiran itu sudah ada setahun yang
lalu, hanya saja ia anggap sebagai kelakar yang begitu serius, atau keseriusan
yang begitu kelakar. Ia kemudian melaju dengan sepeda motor menuju menteng dari
bekasi. Sepanjang jalan raya bekasi ia pun memikirkan kelakarnya yang begitu
serius itu.
Ketika
pekerjaannya hanya menghasilkan enam ratus ribu rupiah sebulan, ia pun
mengatakan kelakar atau keseriusannya tersebut. Ingin menikah tapi tidak
mempunyai 2 hal yang paling penting agar hal tersebut terjadi, yaitu uang dan
calonnya. Ia pun suka tertawa pada keseriusannya tersebut, dan suka serius saat
ada temannya yang menertawakan kebodohannya yang bukan main itu.
Kini
pekerjaannya sudah membaik. Bisa bayar kontrakan, bantu bayar tagihan listrik,
air dan internet rumahnya. Biaya hidup terpenuhi, tinggal menabung, dan
mengejar hal yangdiinginkan sejak lama. Ia ingin sekali membeli sebuah kamera.
Merasa
semua tercukupi ia pun lupa pada kelakar yang begitu serius itu, ia terlalu
fokus pada pekerjaannya yang tak pernah habis. Satu pekerjaan selesai, datang
yang baru. Ia sudah seperti sisifus, hanya saja dia tidak bahagia. Kebetulan
tadi pagi saat di atas motor melintasi jalan raya bekasi, ia pun teringat lagi,
dan tersadar jika pekerjaannya dapat membuat itu dapat mewujudkannya.
Perempuan
yang pertama kali ingat ialah mantan pacarnya yang sudah ia tinggalkan selama 3
tahun lalu. Perempuan berkulit salju, berhidung sunyi. Dua hal yang paling ia
sukai dari mantan pacarnya tersebut. Satu hal lagi, perasaan kikuk yang hadir
di setiap kencan. Ya mantan pacarnya begitu kikuk pada segala hal, apa mungkin
hanya pada lelaki itu saja.
Sebuah
pikiran bodoh. Perbedaan agama membuat hal itu tidak mungkin terjadi. Ditambah
lagi orang tua lelaki itu seorang ustad. Sangat tidak lucu ketika lelaki itu
memberikan cucu pada ayahnya yang agamannya berbeda. Sebenarnya sih tidak
masalah, yang bermasalah ialah ketika perlakuan orang tuanya pada anak-anaknya
yang akan terjadi ketimpangan yang sangat mencolok dan menghadirkan sebuah
keiriian.
Lelaki
itu tertawa kecut, karena mantan pacarnnya tersebut yang pertama kali
terlintas. Seseorang yang tidak akan pernah ia dapatkan kembali. Dia berpikir
kenapa tidak adik kelasnnya yang melukainnya hingga bernanah, atau rekan kerja
dengan gelar dari kerajaan arab. Dia tertawa kecut karena rasa memang tidak
akan pernah bisa dibohongi oleh luka. Lagi-lagi dia tertawa kecut.
Comments
Post a Comment