Sebagian
besar puisi Museum Hujan merefleksikan perasaan tabah seorang pecinta
yang berhati lembut. Ialah sosok berprasangka positif –merenungi masa
lalu tak sebatas penyesalan. Kadang terdapat kesedihan yang sungguh
ngilu, tetapi dialihkan langsung kepada harapan yang belum pasti
perwujudannya. Dengan apa? Penyair membantahnya dengan pertanyaan
–semacam sanggahan mungkin. Melalui puisi “Kenangan”, penyair ingin
berlurus-pikir atas ingatan, atau dalam puisi “Mendadak”, yang coba
menghibur: karena ada perasaan yang mesti terjaga karena ada hati yang
tak boleh retak. Namun, ketika puisi seolah tak menjawab apa-apa,
penyair memilih diam. Sebab, diam yang demikian itu juga berarti
membiarkan khayalan terasa benar-benar ada, dan terus berkembang.
Lantas, tak heran apabila puisi “Pada Bait Ketiga” ia pun gundah karena
usahanya menggapai cintanya begitu sia-sia belaka. Di sinilah letak
kesimpang-siuaran, penyair tidak bisa menghentikan imajinasi, tatkala
kenyataan tidak berpihak kepadanya. Itulah mengapa puisi “Sirkus”,
“Menjaring Tuhan”, dan “Kura-Kura” menjadi beberapa contoh atas dunia
permainan (kata-kata) di mana penyair tidak hilang akal selagi kesepian.
Sisanya, ada puisi-puisi yang dialamatkan untuk orang-orang terdekat.
Yang penting dicatat: sang penulis Museum Hujan menggarisbawahi bahwa
dalam urusan cinta jangan pernah takut kecewa, pasalnya hal itu
merupakan keniscayaan, asalkan tidak sampai trauma. Karena trauma
membuat kita tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan menulis puisi
sekalipun.
Seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti Kita berbeda bahasa, pada akhirnya akan menikah juga. Sebuah impian yang selama ini aku bayangkan tentang menjadi orang pertama yang mendapat senyum pagi dan juga sapaan ohayou yang kau ucapkan tercapai juga. Dari dulu yang aku banyangkan hanya bisa bertemu denganmu saja, itu sudah sangat cukup. Tapi kenyataannya kita bisa bersama juga dalam sebuah ikatan yang selalu dijadikan manusia sebagai ritual untuk menjalin cinta. Kita akan menikah nanti. Kita bertemu pertama kali adalah saat pohon sakura diwajibkan untuk mengugurkan kelopak-kelopak bunganya oleh musim yang selalu berganti dan tidak pernah lelah untuk menyambut matahari yang selalu kau kagumi. Kau tahu itu memang harus terjadi, maksudku tentang sakura yang gugur, mungkin juga tentang pertemuan kita dan pernikahan kita nanti memang harus terjadi. Angin berhembus dan menyapu beberapa daun yang sudah jatuh dari ranting dan dan mati di perkarangan rumahmu, dan sore hari
Comments
Post a Comment