Skip to main content

romantikata

Romantikata

Sepotong angin tersaji diatas piring yang tak nyata. Dia pandangi piring itu, Dan ia aduk-aduk dengan sendok. Dia coba untuk menambahkan gula, agar rasanya lebih manis. Mungkin baginya, rasa angin itu kurang manis. Dia sedang menunggu seseorang. Entah siapa yang ia tunggu. Seorang putri atau seorang bidadari.
Seekor kucing naik ke atas meja itu. Suara kecil nya memecahkan suasana hening. Tapi kucing itu tak membuyarkan lamunan nya. Terlihat secarik kertas masih di hadapan nya masih saja kosong. Dan pena nya masih dimainkan dijemarinya. Dia adalah orang yang ingin menjadi seorang penyair. Yang selalu berusaha menyihir dengan mantra yang indah.
Ia masih saja diam. Hanya memandang ke atas. Mencoba mencari bidadari yang mungkin berterbangan dan bersembunyi di antara awan. Sebuah pemikiran yang cukup tolol. Namun dia masih saja memandang ke atas.
Kursi putih di hadapannya masih kosong. Tak ada yang duduk disana. Pandangan mata laki-laki itu masih kosong. Berharap ada yang datang dan mengisi kekosongan pada matanya. Kepingan-kepingan cahaya pecah oleh daun-daun jatuh memberi suasana yang berbeda; romantis. Suasana ini sungguh romantis, mungkin lebih romantis dibandingkan suasana gelap yang diterangi oleh sebatang lilin.

*****

Kini kursi dihadapanya sudah ada yang duduk disana. seorang wanita hadir tanpa sapa dan perkenalan. Bagi mereka apalah arti sebuah nama, mungkin untuk sebuah pengenal. Putih, bersih, dan sulit untuk memberi sebuah gambaran dirinya. Hanya satu kata yang dapat mengambarkannya; cantik. Mungkinkah dia bidadari. Laki-laki itu pun mencoba menunjukan semua hal yang ia tahu. Ia ingin di pandang romantis. Dia tuang air teh ke gelas mungilnya. Tanpa hadirnya senyum, wanita itu masih saja terlihat manis bagiku. Sunguh ia begitu manis.
Di bawah bayang-bayang pohon, di atas hijau rumput, dan dihadapan sang pelukis agung, mereka berbincang. Di iringi oleh daun, angin, debu dan bulu-bulu yang menari bersama, mereka menyelami pikiran-pikiran dari sisi yang selama ini selalu mereka sembunyikan. Terkadang mereka selipkan tawa di setiap perbincangan mereka. Sang laki-laki bercerita tentang impiannya menjadi seorang penyair besar. Bukan tubuhnya yang menjadi besar, tapi namanya lah yang besar. Sehingga dapat dikenal oleh semua orang. Dan memang tubuh laki-laki itu kecil.
Wanita itu pun juga menceritakan impian sewaktu ia kecil. Yaitu menjadi seekor ikan, yang dapat berenang mengarungi lautan. Dan berdiri memandang sebuah sungai di atas jembatan yang ada di palembang. Dan banyak sekali yang mereka bincangkan.
Mereka terus berbincang. Tentang yang membuat mereka senang. Terlihat jika mereka tertawa bersama. Namun tak ada kisah yang menyakitkan. Mungkin mereka masih belum bisa saling mempercayai.
“Pena itu, seperti tongkat sihir untukmu ya?” ia kembali selipkan senyum pada bibirnya.
Lelaki itu pun ikut tersenyum
“kau seperti penyihir ya.” Dia diam sejenak, mencari kata-kata yang bisa mewakili isi dalam pikirannya.
“ Dan kini kau telah menyihir hatiku, dengan mantra indahmu.” Lanjutnya
“Benarkah?”
“Iya, benar! Aku sunguh telah tersihir oleh mu.” malu tak bisa dia tutupi. Warna merah samar-samar mengangu putih yang dari pipinya.
“Apakah seorang calon penyair seperti ku, bisa mendapatkan hatimu? Hati seterang seindah awan yang kian menyejukan hatiku, yang tersimpan di dalam tubuh bidadarimu.” Balasnya. Kini merah benar-benar terlihat di pipinya.
“tentu saja bisa. Tetapi hatiku ini sedang luka. Tidak pantas untuk kau miliki.” Wanita itu menundukan wajahnya, berusaha untuk menutupi kesedihan nya. Entah apa yang terjadi pada hatinya. Suasana pun sekejap berubah.
Laki-laki itu pun juga diam. Kini sunyi menari-nari riang bersama bisu diatas kepala mereka. Laki-laki itu menuang teh di kedua cangkir itu. Mungkin suasana akan luluh seperti yang ada di sebuah iklan. Itu yang dia harapkan. Suasana yang sunguh tidak enak untuk dirasakan.
“aku memang tidak tahu apa yang kau rasakan. Tapi boleh kah kau lupakan sedihmu itu.” Laki-laki itu memberikan sapu tangannya kepada wanita itu. Wanita itu menyapa sapu tangan itu, dan mulai menyelimuti air matanya.
“kau sangat indah. Dengan kata aku ingin mengabadikan keindahan mu. bolehkah aku melukismu? Tapi tanpa air mata dan kesedihanmu itu.” Laki-laki itu berdiri dan melangkah ke arahnya. Dia ulurkan tangan nya. seperti seorang pangeran yang ingin mengajak seorang putri berdansa. Dan laki-laki itu pun berhasil mengubah suasana yang tak menyenangkan itu.
“boleh saja. Tapi ajarkan aku melukis seperti dirimu, ya!” Dia sambut tangannya, dan bersikap seperti seorang putri. Senyum riang pun kembali bertamu pada wajahnya.
Seperti melukis, wanita itu akan melakukan apa saja yang akan di inginkan sang pelukis. Sang laki-laki itu pun melukis, mencoba mencoretkan kertas kosong nya dengan kata-kata. Kemudian dia rangkai kata-kata itu menjadi sebuah syair.
“Warna mu sangat indah.” Sambil membaca lukisan itu.
“Iya, karena kamu yang ada di dalamnya.” Kembali bisu di hadirkan oleh malu. Mereka saling tersenyum. Memang pertemuan itu penuh dengan senyum.
Setelah itu mereka menari. Menari dalam alunan melodi sang sunyi. Menari dalam tarian yang tak mereka katakan.
*****
Kini matahari sudah ingin pergi kota yang lain. Mungkin perancis ataupun Italia. Tampak segaris warna terbentang di langit. Dia adalah pelangi. Dan saatnya wanita itu harus pulang.
“ingin kah kau terbang? Jika kau mau, kau akan ku ajari terbang. Nanti kau akan ku pinjamkan sayapku.” Tanya wanita itu.
“tidak, terima kasih. Aku tidak berminat untuk terbang. Aku selalu terbang dalam dunia ku sendiri. Dan aku sudah pernah merasakan terbang dalam keindahan saat membuat lukisan ini. Dan keindahan itu adalah sayap bagiku.” Ujarnya.
Senyum pun tak bisa mereka sembunyikan.
“baiklah kalau begitu, sudah saatnya aku pergi.” Dia memetik selembar bulu dari sayap putihnya. Dan ia berikan kepada laki-laki itu. Laki-laki itu pun juga memberikan lukisan yang ia buat tadi.
Wanita itu mulai mengepakan sepasang sayap putihnya. Terbang melangkah di atas warna yang terbentang di langit. Dan Laki-laki itu masih ingin memandangnya. Namun yang terliat baginya hanya kepakan sayap putih lalu menjelma menjadi riakan awan. Cangkir yang ada di meja pun terlihat senang, lalu sekejap menjadi bisu.

;Dan saat ini sang laki-laki itu masih berjuang menjadi seorang penyair.

Bekasi, maret 2008

Comments

Popular posts from this blog

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #1

Seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti Kita berbeda bahasa, pada akhirnya akan menikah juga. Sebuah impian yang selama ini aku bayangkan tentang menjadi orang pertama yang mendapat senyum pagi dan juga sapaan  ohayou yang kau ucapkan tercapai juga. Dari dulu yang aku banyangkan hanya bisa bertemu denganmu saja, itu sudah sangat cukup. Tapi kenyataannya kita bisa bersama juga dalam sebuah ikatan yang selalu dijadikan manusia sebagai ritual untuk menjalin cinta. Kita akan menikah nanti. Kita bertemu pertama kali adalah saat pohon sakura diwajibkan untuk mengugurkan kelopak-kelopak bunganya oleh musim yang selalu berganti dan tidak pernah lelah untuk menyambut matahari yang selalu kau kagumi. Kau tahu itu memang harus terjadi, maksudku tentang sakura yang gugur, mungkin juga tentang pertemuan kita dan pernikahan kita nanti memang harus terjadi. Angin berhembus dan menyapu beberapa daun yang sudah jatuh dari ranting dan dan mati di perkarangan rumahmu, dan sore hari

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #2

berakhir juga, juga permainan sederhana kita dengan memainkan kaki kita di bawah meja pemanas kita. kau pun berdiri, lalu menyalakan radio. sepertinya kau ingin menyindirku. kau tahu aku tidak bisa berbahasa sepertimu. tapi tak apalah, aku hanya ingin menikmati lantunan musiknya saja sambil melihat matamu yang tidak akan bisa untuk aku munafikan keindahannya. angin kencang mengetuk-ngetuk jendela, seolah mengoda situasi kita yang sedang berdua saja di ruangan ini. kita berkencan tanpa adanya bahasa. kita hanya bermain dengan isyarat. itupun masih agak sulit dimengerti, karena kebudayaan kita berbeda. aku hanya bisa menutup kebodohankku ini. akhirnya kau pun kearahku, mendekatkan wajah kita berdua dan akhirnya bibir kita bertemu, saling mengenalkan dirinya masing-masing. kesunyian masuk tanpa mengetuk pintu, dan tidak ada yang terkejut diantara kita ataupun beberapa hiasan dinding. kau dan aku masih menikmati suatu hal yang selalu dirahasiakan orang tua kita. aku merahasiakan tentang a

Lonceng Emas Sandora

Tolong dentangkan kembali lonceng emas sandora agar si pembohong dunia ini tenang agar ular peliharaan kita terkenang lalu rayakan lagi sebuah pesta panjang tentang alasan ungun yang tak pernah ingin padam dengan makanan, minuman juga tarian yang tidak pernah kunjung habis dipentaskan Tolong dentangkan kembali agar si pembohong ini tenang