Skip to main content

Untuk Kartika Harun

Hujan datang dari langit dan mendadak iseng mengetuk jendela kamarmu di lantai dua. Kau belum menutup gorden, jadi suaranya masih sangat jernih dan seolah memangil untuk keluar dari rumah, dan main hujan-hujanan di perkarangan rumahmu. Paling-paling kau akan kena marah dari orang tuamu karena menambah sudah membuat kotor pakaianmu dan membuat mereka khawatir akan sakit yang mungkin besok akan menjengukmu.

Dan kau memilih untuk keluar juga, tidak peduli pada akibat setelanya. Menurutmu bermain dengan ciptaan tuhan yang paling jernih seolah memberikan damai tersendiri. Kau pun menari, entah apa tariannya. Kau biarkan tubuhmu bergerak dengan iringan nada dari hujan, kau tampak menciptakan hujan seperti pangeran dan berdansa denganmu. Becek pada rumput menjadi karpet, beberapa cahaya matahari dan lampu jalan menjadi lilin yang terjaga.

"Aku senang, terima kasih." ucapmu

Mendadak ada yang memelukmu dari belakang. Lalu kau rasakan kehangatan yang pernah kau impikan waktu kecil, waktu kau masih terlanjur asik menjalin angan dan mimpi. Tapi tidak ada orang setelah kau menengok kebelakang, tapi ada bisik dan hujan kali ini mendadak menjadi hangat. Kau tersenyum, dan kau pikir dia adalah seorang malaikat yang menjelma hujan, atau doa darinya. Dari seseorang yang selalu mengirim doa pada hujan untuk selalu menjagamu. Kau jadi teringat padanya, padahal hanya beberapa kali saja kau bertemu dengannya dan bertegur sapa. Mungkin baru dua kali saja. Dia selalu memangilmu martabak, Karena kau sangat menyukai martabak manis keju.

Kemudian kau sudahi permainan ini. Kau masuk diam-diam agar tidak ada yang tahu akan kejadian barusan. Lalu kau masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan diri. Mendadak kau agak ragu, apakah harus menghilangkan rasa hangat yang tadi menempel pada tubuh atau tidak. Kemudian kau berjalan ke depan kaca di dalam kamar mandi itu. Kau melihat dirimu sendiri, ada senyum lebar yang tidak bisa kamu kendalikan.

Kemudian kau memilih untuk membersihkan tubuhmu, tapi kenangan tadi kau ingat terus. Setelah mandi, kau tidak langsung ke kamar, atau menyeduh teh hangat atau cokelat panas di dapur. Kau memilih sesaat di kamar mandi. Bercerita sedikit pada sudut kamar mandi yang sering kau ajak bicara sejak kecil. Dia sangat pandai menjaga rahasia sehingga, kau sangat mempercayainya.

Kau berpikir akan menceritakannya juga pada dinding kamar yang sama setianya mendengar setiap ceritamu dan menjaganya dengan hebat. Setelah kau masukan baju kotormu ke mesin cuci, kau langsung pergi ke kamar, menganti pakaian dan mencoba melihat apakah senyum itu masih ada di bibir itu. Sebelum kau menceritakan pada dinding kamar, kau teringat kembali kejadian barusan. Kau pikir jika kehangatan barusan adalah pangeran yang menjelma hujan. Hangat, sangat hangat. Agak mustahil memang hujan menjadi hangat, belum lagi ditambah angin yang datang, tidak terlalu kencan memang, tapi setidaknya itu bisa membuat tubuh menjadi gigil.

"Besok apakah dia akan datang lagi?" Bisikmu, sementara di balik jendela hujan telah menjelma gerimis tipis.

Comments

Popular posts from this blog

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #1

Seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti Kita berbeda bahasa, pada akhirnya akan menikah juga. Sebuah impian yang selama ini aku bayangkan tentang menjadi orang pertama yang mendapat senyum pagi dan juga sapaan  ohayou yang kau ucapkan tercapai juga. Dari dulu yang aku banyangkan hanya bisa bertemu denganmu saja, itu sudah sangat cukup. Tapi kenyataannya kita bisa bersama juga dalam sebuah ikatan yang selalu dijadikan manusia sebagai ritual untuk menjalin cinta. Kita akan menikah nanti. Kita bertemu pertama kali adalah saat pohon sakura diwajibkan untuk mengugurkan kelopak-kelopak bunganya oleh musim yang selalu berganti dan tidak pernah lelah untuk menyambut matahari yang selalu kau kagumi. Kau tahu itu memang harus terjadi, maksudku tentang sakura yang gugur, mungkin juga tentang pertemuan kita dan pernikahan kita nanti memang harus terjadi. Angin berhembus dan menyapu beberapa daun yang sudah jatuh dari ranting dan dan mati di perkarangan rumahmu, dan sore hari

seandainya saya menikah dengan yoshioka kiyoe nanti #2

berakhir juga, juga permainan sederhana kita dengan memainkan kaki kita di bawah meja pemanas kita. kau pun berdiri, lalu menyalakan radio. sepertinya kau ingin menyindirku. kau tahu aku tidak bisa berbahasa sepertimu. tapi tak apalah, aku hanya ingin menikmati lantunan musiknya saja sambil melihat matamu yang tidak akan bisa untuk aku munafikan keindahannya. angin kencang mengetuk-ngetuk jendela, seolah mengoda situasi kita yang sedang berdua saja di ruangan ini. kita berkencan tanpa adanya bahasa. kita hanya bermain dengan isyarat. itupun masih agak sulit dimengerti, karena kebudayaan kita berbeda. aku hanya bisa menutup kebodohankku ini. akhirnya kau pun kearahku, mendekatkan wajah kita berdua dan akhirnya bibir kita bertemu, saling mengenalkan dirinya masing-masing. kesunyian masuk tanpa mengetuk pintu, dan tidak ada yang terkejut diantara kita ataupun beberapa hiasan dinding. kau dan aku masih menikmati suatu hal yang selalu dirahasiakan orang tua kita. aku merahasiakan tentang a

Lonceng Emas Sandora

Tolong dentangkan kembali lonceng emas sandora agar si pembohong dunia ini tenang agar ular peliharaan kita terkenang lalu rayakan lagi sebuah pesta panjang tentang alasan ungun yang tak pernah ingin padam dengan makanan, minuman juga tarian yang tidak pernah kunjung habis dipentaskan Tolong dentangkan kembali agar si pembohong ini tenang