Bab I
Kau percaya pada mimpi kak?
Tanyamu setelah kau terbangun dari tidur. Kau mengirim pertanyaan itu dalam pesan singkat, jam 3 pagi aku menerimanya. Tentu saja aku tidak bisa langsung membalas, karena sedang asik menyulam lelah menjadi mimpi. Setelah aku bangun sebelum subuh aku baca pesan itu lalu membalasnya. Ada beberapa panggilan tidak terjawab darimu. Hal itu yang membuatku khawatir, apa mimpi buruk tentang mantan kekasihmu dulu. Ya, kau menghentikan hubunganmu dengannya kau selalu saja teringat kenangan dengannya. Kau masih saja mencintainya, ya kau selalu saja cerita padaku.
Kubasuh mukaku dengan air di westafel, kupandang kedua mataku dengan dalam di balik cermin barangkali aku temukan kau di sana. Kemudian aku tertawa atas pikiranku yang bodoh itu. Ah, tapi mencintai seseorang bukankah hal yang bodoh. Kuambil wudhu lalu salat. Setelah kulihat telepon genggamku, ada beberapa pesan masuk darimu dan panggilan tidak terjawab. Aku mengirim pesan dan menanyakan apakah dia salat, ya sedikit mengalihkan perhatiannya dari mimpi.
“terima kasih kak. Nanti aku ceritakan, tapi apakah kau percaya pada mimpi kak?” Balasmu,
Aku membalasnya dengan mengatakan jika aku percaya pada mimpi. Lalu kau memberi tanda senyum di balasannya. Lalu aku mengajaknya menikmati senja bersama lagi di tempat biasa. Entah sejak kapan aku mengenal tempat itu. Begitu tenang dan damai, ditambah burung-burung merpati dan gereja yang sering beradu terbang, seolah sedang berebut angkasa. Es krim vanila dan Cokelat sepertinya dapat menuntaskannya.
Aku yakin kau gelisah karena mimpi itu berisi tentang mantanmu dulu yang seorang polmil. Hubunganmu dengannya tidak bisa dibilang sebentar juga. Sudah dua tahun, kau menjalin cinta dan pada akhirnya kandas di tepi masalah. Dia begitu penakut dengan berbagai hal yang menurut kita sepele seperti dia takut berkenalan dengan ayahmu, teman-temanmu di kampus dan banyak hal yang akhirnya lebih baik berpisah. Walau begitu kau masih tetap berkomunikasi dengannya, dan aku yakin jika kalian masih saling memiliki perasaan yang sama, perasaan yang dahulu.
Mendengarkan setiap ceritamu merupakan kewajibanku. Aku sudah bersumpah tentang hal itu. Mungkin memang menjadi kewajiban seorang pria untuk memberikan sepenuh hidupnya untuk seorang wanita yang dia pilih walau kelak kenyataan tidak seperti yang dia inginkan, tapi biasanya ia tidak peduli akan hal itu. Laki-laki yang benar-benar jatuh cinta tidak pernah berpikir apa dia akan dibalas cintanya atau tidak, karena dia siap untuk menerima apapun.
Mendengar ceritamu, ternyata lucu juga. Kau menceritakan perasaanmu terhadap orang lain kepada seorang pria yang telah sering mengatakan perasaan cintanya padamu. Aku merasa seperti tersayat dengan sebuah silet, namun merasakan terbang ke awan secara bersamaan. Perih saat tahu kau masih mencintai mantan kekasihmu dan bahagia karena kau berpikir aku adalah orang yang paling tepat.
Tepat pukul lima sore di tempat biasa, berbagi cahaya senja dan dua bua es krim dalam bejana kecil dengan buah cherry di atasnya. Kau mengunakan pakaian dinasmu berwarna putih bersih. Ada pin tersemat dariku yang kau gunakan untuk merapihkan kerudungmu. Kau hadir dengan senyum yang lebar, seakan tadi pagi di mana kau benar-benar gelisah karena mimpi tidak pernah terjadi.
“Seneng bener?”
“Saat dinas entah mengapa semua keluhan hilang.”
Mataku untuk kali ini gagal menangkap sedih di mata itu. Ya, kau memang selalu begitu, ceria setiap saat, apalagi saat bertemu denganku. Angin terasa lembut, dan waktu terasa lambat mengalun. Setelah itu, kupersilahkan kau duduk layaknya seorang pangeran yang mempersilahkan putri kerajaan untuk duduk. Ya, itu cara aku mencandainya, dan kau pun mengatakan jika aku selalu saja melakukan yang aneh-aneh saja.
“Kau ingin pesan apa? Yang biasa?”
“Tidak kak, yang sama denganmu saja kak.”
“Tumben, Kenapa?”
“Tidak apa-apa, hanya ingin mencoba seleramu.”
Kau tertawa setelah itu, waktu seolah berhenti mengikuti detak arloji. Senja mulai turun, cahaya merah mulai keluar.
“Mimpi apa semalam? Bikin khawatir saja.”
“Tebak coba.”
“Mantan pacarmu, Hahaha...”
“Tepat, tapi ada hal yang lebih penting lagi.”
“Apa?”
“Aku melihat ada orang yang rela mati demi aku.”
"Pacarmu?"
"Bukan, ayo dong tebak lagi kak, tidak seperti biasanya kamu tidak bisa menebak isi kepala aku."
“Sudah aku malas main tebakan.”
"Hahaha.."
"Lantas siapa?"
“Kamu kak.”
Kau percaya pada mimpi kak?
Tanyamu setelah kau terbangun dari tidur. Kau mengirim pertanyaan itu dalam pesan singkat, jam 3 pagi aku menerimanya. Tentu saja aku tidak bisa langsung membalas, karena sedang asik menyulam lelah menjadi mimpi. Setelah aku bangun sebelum subuh aku baca pesan itu lalu membalasnya. Ada beberapa panggilan tidak terjawab darimu. Hal itu yang membuatku khawatir, apa mimpi buruk tentang mantan kekasihmu dulu. Ya, kau menghentikan hubunganmu dengannya kau selalu saja teringat kenangan dengannya. Kau masih saja mencintainya, ya kau selalu saja cerita padaku.
Kubasuh mukaku dengan air di westafel, kupandang kedua mataku dengan dalam di balik cermin barangkali aku temukan kau di sana. Kemudian aku tertawa atas pikiranku yang bodoh itu. Ah, tapi mencintai seseorang bukankah hal yang bodoh. Kuambil wudhu lalu salat. Setelah kulihat telepon genggamku, ada beberapa pesan masuk darimu dan panggilan tidak terjawab. Aku mengirim pesan dan menanyakan apakah dia salat, ya sedikit mengalihkan perhatiannya dari mimpi.
“terima kasih kak. Nanti aku ceritakan, tapi apakah kau percaya pada mimpi kak?” Balasmu,
Aku membalasnya dengan mengatakan jika aku percaya pada mimpi. Lalu kau memberi tanda senyum di balasannya. Lalu aku mengajaknya menikmati senja bersama lagi di tempat biasa. Entah sejak kapan aku mengenal tempat itu. Begitu tenang dan damai, ditambah burung-burung merpati dan gereja yang sering beradu terbang, seolah sedang berebut angkasa. Es krim vanila dan Cokelat sepertinya dapat menuntaskannya.
Aku yakin kau gelisah karena mimpi itu berisi tentang mantanmu dulu yang seorang polmil. Hubunganmu dengannya tidak bisa dibilang sebentar juga. Sudah dua tahun, kau menjalin cinta dan pada akhirnya kandas di tepi masalah. Dia begitu penakut dengan berbagai hal yang menurut kita sepele seperti dia takut berkenalan dengan ayahmu, teman-temanmu di kampus dan banyak hal yang akhirnya lebih baik berpisah. Walau begitu kau masih tetap berkomunikasi dengannya, dan aku yakin jika kalian masih saling memiliki perasaan yang sama, perasaan yang dahulu.
Mendengarkan setiap ceritamu merupakan kewajibanku. Aku sudah bersumpah tentang hal itu. Mungkin memang menjadi kewajiban seorang pria untuk memberikan sepenuh hidupnya untuk seorang wanita yang dia pilih walau kelak kenyataan tidak seperti yang dia inginkan, tapi biasanya ia tidak peduli akan hal itu. Laki-laki yang benar-benar jatuh cinta tidak pernah berpikir apa dia akan dibalas cintanya atau tidak, karena dia siap untuk menerima apapun.
Mendengar ceritamu, ternyata lucu juga. Kau menceritakan perasaanmu terhadap orang lain kepada seorang pria yang telah sering mengatakan perasaan cintanya padamu. Aku merasa seperti tersayat dengan sebuah silet, namun merasakan terbang ke awan secara bersamaan. Perih saat tahu kau masih mencintai mantan kekasihmu dan bahagia karena kau berpikir aku adalah orang yang paling tepat.
Tepat pukul lima sore di tempat biasa, berbagi cahaya senja dan dua bua es krim dalam bejana kecil dengan buah cherry di atasnya. Kau mengunakan pakaian dinasmu berwarna putih bersih. Ada pin tersemat dariku yang kau gunakan untuk merapihkan kerudungmu. Kau hadir dengan senyum yang lebar, seakan tadi pagi di mana kau benar-benar gelisah karena mimpi tidak pernah terjadi.
“Seneng bener?”
“Saat dinas entah mengapa semua keluhan hilang.”
Mataku untuk kali ini gagal menangkap sedih di mata itu. Ya, kau memang selalu begitu, ceria setiap saat, apalagi saat bertemu denganku. Angin terasa lembut, dan waktu terasa lambat mengalun. Setelah itu, kupersilahkan kau duduk layaknya seorang pangeran yang mempersilahkan putri kerajaan untuk duduk. Ya, itu cara aku mencandainya, dan kau pun mengatakan jika aku selalu saja melakukan yang aneh-aneh saja.
“Kau ingin pesan apa? Yang biasa?”
“Tidak kak, yang sama denganmu saja kak.”
“Tumben, Kenapa?”
“Tidak apa-apa, hanya ingin mencoba seleramu.”
Kau tertawa setelah itu, waktu seolah berhenti mengikuti detak arloji. Senja mulai turun, cahaya merah mulai keluar.
“Mimpi apa semalam? Bikin khawatir saja.”
“Tebak coba.”
“Mantan pacarmu, Hahaha...”
“Tepat, tapi ada hal yang lebih penting lagi.”
“Apa?”
“Aku melihat ada orang yang rela mati demi aku.”
"Pacarmu?"
"Bukan, ayo dong tebak lagi kak, tidak seperti biasanya kamu tidak bisa menebak isi kepala aku."
“Sudah aku malas main tebakan.”
"Hahaha.."
"Lantas siapa?"
“Kamu kak.”
Comments
Post a Comment