Langit bergemuruh mengikuti gelap yang diam-diam menyembunyikan cahaya.
"Aku tidak akan menyerah, Sampai kapanpun."
"Kita akan terus terluka tip. Menyerahlah."
Kemudian angin kencang menghempas kita, cuaca sedang menjadi jahat, namun hujan sedang tidak ingin datang, ia tidak ingin ikut-ikutan. Aku jadi teringat senja di mana kita pernah berbagi pandang. Sangat manis saat itu, dan apakah itu akan hilang seiring pertengkaran kita, dan emosi yang tidak bisa kita tahan.
Kelak kenangan kita akan hilang ditengah ingatan saat tua, tapi apakah kita akan menjadi tua bersama sambil mengusap kepala cucu-cucu kita di atas kursi goyang, lalu kita ceritakan masa lalu kita atau sebaris dongeng yang akan kita karang berdua untuk mereka. Apakah kita bisa menyaksikan anak kita menikah kelak di sebuah perayaan sederhana saja tanpa adanya pesta di gedung mewah. Apakah bisa pula kita melihat wajah lugu anak kita saat lahir yang seperti malaikat dan kelak dia akan belajar berjalan, juga belajar membedakan suara hujan. Apakah kita bersama setelah pertengkaran ini? Aku tidak ingin menyerah.
Ada langit malam saat aku melihat sepasang matamu itu, terkadang pula ada cahaya matahari yang terbit saat aku menatapnya. Aku selalu saja menanggapnya seperti bintang jatuh yang menjelma mata itu. Atau mungkin kau diam-diam mencurinya saat Tuhan sedang lengah, walau tidak pernah sedetikpun ia lengah. Lantas apalah arti sepasang mata itu tanpa kamu. Mata itu, dan kamu tentunya, membuat aku tidak ingin menyerah. Tidak ingin menyerah sampai kapanpun.
Tuhan Tahu pasti kenapa aku tidak menyerah, dan membuatku tetap keras kepala untuk tidak berbalik arah lalu meninggalkanmu. Hatiku sudah sepenuhnya ada padamu walau tangan, kaki, jantung dan kedua bola mataku masih ada padaku. Seandainya aku menyerah, maka aku bukan manusia lagi, karena aku tidak memiliki hatiku sendiri. Manusia tanpa hati bukankah lebih baik mati.
"Aku tidak akan menyerah," Ucapku. lalu langit bergemuruh.
"Aku tidak akan menyerah, Sampai kapanpun."
"Kita akan terus terluka tip. Menyerahlah."
Kemudian angin kencang menghempas kita, cuaca sedang menjadi jahat, namun hujan sedang tidak ingin datang, ia tidak ingin ikut-ikutan. Aku jadi teringat senja di mana kita pernah berbagi pandang. Sangat manis saat itu, dan apakah itu akan hilang seiring pertengkaran kita, dan emosi yang tidak bisa kita tahan.
Kelak kenangan kita akan hilang ditengah ingatan saat tua, tapi apakah kita akan menjadi tua bersama sambil mengusap kepala cucu-cucu kita di atas kursi goyang, lalu kita ceritakan masa lalu kita atau sebaris dongeng yang akan kita karang berdua untuk mereka. Apakah kita bisa menyaksikan anak kita menikah kelak di sebuah perayaan sederhana saja tanpa adanya pesta di gedung mewah. Apakah bisa pula kita melihat wajah lugu anak kita saat lahir yang seperti malaikat dan kelak dia akan belajar berjalan, juga belajar membedakan suara hujan. Apakah kita bersama setelah pertengkaran ini? Aku tidak ingin menyerah.
Ada langit malam saat aku melihat sepasang matamu itu, terkadang pula ada cahaya matahari yang terbit saat aku menatapnya. Aku selalu saja menanggapnya seperti bintang jatuh yang menjelma mata itu. Atau mungkin kau diam-diam mencurinya saat Tuhan sedang lengah, walau tidak pernah sedetikpun ia lengah. Lantas apalah arti sepasang mata itu tanpa kamu. Mata itu, dan kamu tentunya, membuat aku tidak ingin menyerah. Tidak ingin menyerah sampai kapanpun.
Tuhan Tahu pasti kenapa aku tidak menyerah, dan membuatku tetap keras kepala untuk tidak berbalik arah lalu meninggalkanmu. Hatiku sudah sepenuhnya ada padamu walau tangan, kaki, jantung dan kedua bola mataku masih ada padaku. Seandainya aku menyerah, maka aku bukan manusia lagi, karena aku tidak memiliki hatiku sendiri. Manusia tanpa hati bukankah lebih baik mati.
"Aku tidak akan menyerah," Ucapku. lalu langit bergemuruh.
Comments
Post a Comment