said, "there's someone I'm waiting for
If it's a day, a month, a year"
Gotta stand my ground even if
it rains or snows
If she changes her mind
this is the first place she will go
(Script)
Tidak ada yang hancur karena kamu. Musim gugur saat itu adalah saksi, dan ia persis tahu alasan aku tetap di sini, menanti kamu dan sorot matamu yang selalu menjadi bahan kerinduan lalu terolah menjadi mimpi. Terutama saat purnama, mimpi menjadi hal terindah saat kau datang memasukinya. Ada kerinduan yang aku salurkan padamu walau hanya sekejab, walau hanya mimpi yang abstrak.
Dua jam setengah aku di tempat ini setiap hari. Cuaca tidak menjadi persoalan. Jika hujan, tinggal memakai payung, walau terkadang aku lupa membawanya dan memutuskan untuk mengunakan kedua tangan untuk menutupi kepala. Jika angin dingin kencang datang, kugunakan syal yang dulu kamu rajut setia di bulan oktober.
Sudah berapa lama ya sejak terakhir kita bertemu? Ucapku dalam hati.
Kupandang langit sambil mengingatmu. Berharap kita melihat langit yang sama, atau mungkin awan yang sama, atau mungkin ke titik yang sama. Bentuk awan itu persis seperti awan yang pernah kita tunjuk bersama-sama saat itu, saat tangan kita masih mengenggam erat dan jemari kita bermain-main kecil di sela-selanya.
Pernah sekali aku ditegur seorang polisi, dan menanyakan apa yang aku lakukan di tempat ini. Memang agak mencurigakan melihat orang seperti aku yang setiap hari di tempat yang sama, di jam sama, dan hanya berdiam diri serupa arca.
"Aku menunggu seseorang di sini,"
"Siapa?"
"Orang yang tidak bisa digantikan di dalam pikiranku."
Kemudian ia menangguk, tanda mengerti. Sebelum pergi ia menawarkan sebatang rokok filter yang ia keluarkan dalam sakunya. Seorang pria menawarkan sebuah rokok memiliki banyak tujuan, seperti menghargai seorang pria, membangun persahabatan, dan yang lainnya. Layaknya para Masyarakat Amerika indian dulu yang berbagi hisap tembakau dengan pipa yang besar, sebagai tanda penghormatan antar suku.
"Maaf, saya tidak merokok tapi terima kasih."
Setelah itu dia pergi, mungkin dia pulang ke rumah, mungkin dia sudah lelah akan tetek bengek menjadi seorang polisi. Selain tugas yang seabrek, tuduhan yang buruk karena beberapa oknum yang menambah pikiran polisi-polisi yang sepertinya. Di luar itu, polisi tadi terlihat bahagia. Aku menebak-nebak jika dia pernah melakukan hal yang sama seperti aku. Tidak bisa pergi dari tempat ini. menanti dan menanti.
Dua jam setengah sudah habis, aku pulang. membeli nasi goreng dekat tempat ini. Menunggu dua setengah jam bermodal air putih dalam kemasan membuat perut benar-benar lapar. Hari ini aku pulang, waktunya bertemu denganmu setelah makan malam di dunia yang sulit menjadi nyata, yaitu dalam mimpi.
Pulang melalui gang yang sama setiap hari terkadang membosankan, tetapi aku tidak pernah memikirkan hal itu. Ada seseorang wanita yang duduk diam di kursi kayu di beranda kontrakanku. Wanita itu mirip seperti kamu, rambut, tinggi, postur tubuh, dan akh apakah itu kamu. Tidak, itu bukan kamu.
"Sudah berapa lama kamu menunggu aku." Ucapnya.
If it's a day, a month, a year"
Gotta stand my ground even if
it rains or snows
If she changes her mind
this is the first place she will go
(Script)
Tidak ada yang hancur karena kamu. Musim gugur saat itu adalah saksi, dan ia persis tahu alasan aku tetap di sini, menanti kamu dan sorot matamu yang selalu menjadi bahan kerinduan lalu terolah menjadi mimpi. Terutama saat purnama, mimpi menjadi hal terindah saat kau datang memasukinya. Ada kerinduan yang aku salurkan padamu walau hanya sekejab, walau hanya mimpi yang abstrak.
Dua jam setengah aku di tempat ini setiap hari. Cuaca tidak menjadi persoalan. Jika hujan, tinggal memakai payung, walau terkadang aku lupa membawanya dan memutuskan untuk mengunakan kedua tangan untuk menutupi kepala. Jika angin dingin kencang datang, kugunakan syal yang dulu kamu rajut setia di bulan oktober.
Sudah berapa lama ya sejak terakhir kita bertemu? Ucapku dalam hati.
Kupandang langit sambil mengingatmu. Berharap kita melihat langit yang sama, atau mungkin awan yang sama, atau mungkin ke titik yang sama. Bentuk awan itu persis seperti awan yang pernah kita tunjuk bersama-sama saat itu, saat tangan kita masih mengenggam erat dan jemari kita bermain-main kecil di sela-selanya.
Pernah sekali aku ditegur seorang polisi, dan menanyakan apa yang aku lakukan di tempat ini. Memang agak mencurigakan melihat orang seperti aku yang setiap hari di tempat yang sama, di jam sama, dan hanya berdiam diri serupa arca.
"Aku menunggu seseorang di sini,"
"Siapa?"
"Orang yang tidak bisa digantikan di dalam pikiranku."
Kemudian ia menangguk, tanda mengerti. Sebelum pergi ia menawarkan sebatang rokok filter yang ia keluarkan dalam sakunya. Seorang pria menawarkan sebuah rokok memiliki banyak tujuan, seperti menghargai seorang pria, membangun persahabatan, dan yang lainnya. Layaknya para Masyarakat Amerika indian dulu yang berbagi hisap tembakau dengan pipa yang besar, sebagai tanda penghormatan antar suku.
"Maaf, saya tidak merokok tapi terima kasih."
Setelah itu dia pergi, mungkin dia pulang ke rumah, mungkin dia sudah lelah akan tetek bengek menjadi seorang polisi. Selain tugas yang seabrek, tuduhan yang buruk karena beberapa oknum yang menambah pikiran polisi-polisi yang sepertinya. Di luar itu, polisi tadi terlihat bahagia. Aku menebak-nebak jika dia pernah melakukan hal yang sama seperti aku. Tidak bisa pergi dari tempat ini. menanti dan menanti.
Dua jam setengah sudah habis, aku pulang. membeli nasi goreng dekat tempat ini. Menunggu dua setengah jam bermodal air putih dalam kemasan membuat perut benar-benar lapar. Hari ini aku pulang, waktunya bertemu denganmu setelah makan malam di dunia yang sulit menjadi nyata, yaitu dalam mimpi.
Pulang melalui gang yang sama setiap hari terkadang membosankan, tetapi aku tidak pernah memikirkan hal itu. Ada seseorang wanita yang duduk diam di kursi kayu di beranda kontrakanku. Wanita itu mirip seperti kamu, rambut, tinggi, postur tubuh, dan akh apakah itu kamu. Tidak, itu bukan kamu.
"Sudah berapa lama kamu menunggu aku." Ucapnya.
Comments
Post a Comment