untuk: meyta
‘sekarang, tugas lw sekarang adalah jagain murid-murid gw!”
Di tempat itu kita pertama bertemu. Aku dan temanku sudah basah kuyup. Seharusnya aku datang lebih awal agar tidak bertarung melawan langit. Dengan sedikit mengigil akhrnya kami masuk menonton sebuah pementasan teater. Aku dengan lusuh dan kekhasan biasanya menemanimu dan ketiga temanmu. Kebetulan pula aku duduk di sebelahmu.
Kau adalah murid temanku, memang dia sering meminta dengan cara menyuruh, tapi sepertinya permintaan ini merupakan sebuah jembatan penghubung. Aku memang terlalu berlebihan.
l 4 tahun kemudian
“kau tidak jadi menikah kenapa?
“dia terjebak wanita lain.”
Di hadapanmu ada aku dan juga 2 mangkuk eskrim. Mangkukmu berisi eskrim coklat, dan aku eskrim vanila. Setiap akhir bulan, memang kita selalu menghabiskan senja bersama sambil menyantap semangkuk eskrim di kafe yang menjadi langan kita, sampai-sampai suatu hari kita pernah diundang untuk bertamu langsung ke rumah pemilik kafe ini dan sekaligus melihat tentang bagaimana cara membuat eskrim.
“ada-ada saja kau ini bisa saja kau putus di saat seperti ini.”
“ih, kau ini kak.”
“ iya, maaf. eh kau tidak sedih? Setahun bukan waktu yang sebentar.”
“entah kenapa bisa lenyap saat memakan eskrim ini. Eskrim memang ajaib katamu. Sepertinya eskrim merupakan benda dari surga atau dari negeri dongeng.”
“dan kau menyukai eskrim, sangat menyukainya malah. Aku sangat yakin kau berasal dari surga atau dari negeri dongeng.”
“bukankah kau tahu jika aku ini dari negeri dongeng. Aku kan tikusnya cinderella.” Kau tertawa. Kita tertawa bersama. Di tengah senja ini.
Dalam pakaian rapimu ini sebenarnya kau adalah seekor tikus dalam sebuah cerita. Dulu saat sma kau memerankan seekor tikus di negeri dongeng yang dapat bernyanyi bersama keempat temanmu. Terkadang aku ingin sekali bertanya padamu bagaimana rasanya hidup di negeri dongeng. Walau Cuma naskah.
”nga enak tahu ka hidup negeri dongeng, semuanya diatur sama penulis. Jadi nerima nasib aja kita.”
“apalagi diatur sama orang yang ngondrong itu. Haha” kau ikut tertawa.
“setidaknya dia baik. Baik sama saya dan yang lain. Sangat baik malah.”
“dia sayang padamu, dan juga muridnya. Dia selalu mengatakan jika dia sayang sama semua muridnya.”
“bahkan kakak sering dibuat ribet ya sama guruku itu. Selalu diminta menemaniku dan yang lain menonton teater ataupun pergi ke sebuah tempat. Padahal aku sudah tua begini. Hahaha”
Kau seolah melepas kesedihan ke udara dan membaur bersama wangi beberapa mawar yang ditanam di halaman tempat ini. Tempat ini di daerah jakarta timur. Di antara jarak antara rumahku dan rumahmu. Jadi seandainya kita pulang dengan berjalan kaki pasti kita akan sampai di rumah kita masing-masing secara bersamaan.
Entah saat bersamamu, aku selalu melupakan apa yang sedang terjadi, aku pun lupa jika dia baru saja putus cinta dari pacarnya terdahulu. Ya, lebih baik lupa, agar tidak ada perbincangan tentang luka yang baru kau rasakan itu.
Sejujurnya aku ingin menghidupimu dalam cerita yang aku buat. Sebuah naskah yang aku buat sendiri, dan kau yang membuatnya nyata. Memang kau suka menonton sebuah pertunjukan teater, tapi satu kali kau hidup di dalam cerita yang dibuat manusia. Memang terkadang sebuah rekayasa agak sulit diterima.
“bengong aja kak. Es krimnya meleleh tuh. Biasanya kakak yang bawel jika es krim coklat ini yang meleleh sia-sia.”
Aku tersenyum kecut, lalu mencicil eskrim ini sampai habis. Hawa semakin dingin saja. Tempat ini di luar ruangan. Di halaman kafe ini. Jadi cahaya matahari bisa sangat setia menyentuh kita dengan kehangatan sampai cahaya bulan menjadi penerang jalan.
“sudah malam ya, cepat sekali. Wah telepon gengamku tidak ada sms. Biasanya ada yang mengirim pesan singkat, atau ada pangilan yang tidak terjawab jika aku tidak menjawab pesan singkat itu.” Kau tertawa, seolah lepas dari luka yang baru kau alami.
Aku lalu mengirim sms secara diam-diam. Sebuah pesan singkat yang sederhana saja. Lalu telepon gengammu berdering. Sebuah lagu berbahasa korea. Entah apa judulnya. Lalu kau menengok ke arahku.
“terima kasih ya kak” ucapmu.
“iya, ayo kita pulang.” Sautku.
Setelah memberi salam pada pemilik kafe dan juga sebuah tanaman di dalam pot kita langsung pulang. Tanaman itu kita yang memberikan untuk kafe ini, untuk kenang-kenangan saja. Sekaligus mungkin sebagai pengingat jika kita selalu kemari di setiap bulan. Di pot itu ada gambar monyet dan kura-kura. Monyet adalah sebuah keceriaan, sedangkan kura-kura mengartikan sesuatu yang abadi. Suatu saat jika kita tua dan lupa, mungkin kita akan tertawa dan teringat lagi masa lalu kita di kafe ini.
“makasih ya kak, sedih sudah hilang.”
“sudah aku katakan jika eskrim memang ajaib.”
“tidak perlu kuantar pulang?”
“tidak, angkot masih banyak, aku takut kau tersasar. Pulang ke rumah saja kau masih tersasar” hari ini benar-benar banyak tawa.
“dan bodohnya gurumu selalu memintaku menjadi seorang pemandu.”
Kita menghabiskan beberapa menit di bawah lampu jalan yang kian remang. Bercanda di sepinya jalan, hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang. Setelah itu kita berpisah. Aku menyaksikanmu menaiki sebuah mikrolet, lalu kau melambai ke arahku, dan mengatakan terima kasih dari balik jendela. Tidak berapa lama kemudian, tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk ke dalam telepon gengamku. Ternyata sebuah pesan darimu.
“kak, salah naik angkot nih. hahaha”
12 agustus 2011
Awalnya dari hujan yang turun deras, tapi hanya sebentar yang membasahiku. Alhasil aku seperti orang bodoh saat itu. Semua basah kuyup, sedangkan tempat ini kering sekali. Bulan tampak sangat purnama pula.
‘sekarang, tugas lw sekarang adalah jagain murid-murid gw!”
Di tempat itu kita pertama bertemu. Aku dan temanku sudah basah kuyup. Seharusnya aku datang lebih awal agar tidak bertarung melawan langit. Dengan sedikit mengigil akhrnya kami masuk menonton sebuah pementasan teater. Aku dengan lusuh dan kekhasan biasanya menemanimu dan ketiga temanmu. Kebetulan pula aku duduk di sebelahmu.
Kau adalah murid temanku, memang dia sering meminta dengan cara menyuruh, tapi sepertinya permintaan ini merupakan sebuah jembatan penghubung. Aku memang terlalu berlebihan.
l 4 tahun kemudian
“kau tidak jadi menikah kenapa?
“dia terjebak wanita lain.”
Di hadapanmu ada aku dan juga 2 mangkuk eskrim. Mangkukmu berisi eskrim coklat, dan aku eskrim vanila. Setiap akhir bulan, memang kita selalu menghabiskan senja bersama sambil menyantap semangkuk eskrim di kafe yang menjadi langan kita, sampai-sampai suatu hari kita pernah diundang untuk bertamu langsung ke rumah pemilik kafe ini dan sekaligus melihat tentang bagaimana cara membuat eskrim.
“ada-ada saja kau ini bisa saja kau putus di saat seperti ini.”
“ih, kau ini kak.”
“ iya, maaf. eh kau tidak sedih? Setahun bukan waktu yang sebentar.”
“entah kenapa bisa lenyap saat memakan eskrim ini. Eskrim memang ajaib katamu. Sepertinya eskrim merupakan benda dari surga atau dari negeri dongeng.”
“dan kau menyukai eskrim, sangat menyukainya malah. Aku sangat yakin kau berasal dari surga atau dari negeri dongeng.”
“bukankah kau tahu jika aku ini dari negeri dongeng. Aku kan tikusnya cinderella.” Kau tertawa. Kita tertawa bersama. Di tengah senja ini.
Dalam pakaian rapimu ini sebenarnya kau adalah seekor tikus dalam sebuah cerita. Dulu saat sma kau memerankan seekor tikus di negeri dongeng yang dapat bernyanyi bersama keempat temanmu. Terkadang aku ingin sekali bertanya padamu bagaimana rasanya hidup di negeri dongeng. Walau Cuma naskah.
”nga enak tahu ka hidup negeri dongeng, semuanya diatur sama penulis. Jadi nerima nasib aja kita.”
“apalagi diatur sama orang yang ngondrong itu. Haha” kau ikut tertawa.
“setidaknya dia baik. Baik sama saya dan yang lain. Sangat baik malah.”
“dia sayang padamu, dan juga muridnya. Dia selalu mengatakan jika dia sayang sama semua muridnya.”
“bahkan kakak sering dibuat ribet ya sama guruku itu. Selalu diminta menemaniku dan yang lain menonton teater ataupun pergi ke sebuah tempat. Padahal aku sudah tua begini. Hahaha”
Kau seolah melepas kesedihan ke udara dan membaur bersama wangi beberapa mawar yang ditanam di halaman tempat ini. Tempat ini di daerah jakarta timur. Di antara jarak antara rumahku dan rumahmu. Jadi seandainya kita pulang dengan berjalan kaki pasti kita akan sampai di rumah kita masing-masing secara bersamaan.
Entah saat bersamamu, aku selalu melupakan apa yang sedang terjadi, aku pun lupa jika dia baru saja putus cinta dari pacarnya terdahulu. Ya, lebih baik lupa, agar tidak ada perbincangan tentang luka yang baru kau rasakan itu.
Sejujurnya aku ingin menghidupimu dalam cerita yang aku buat. Sebuah naskah yang aku buat sendiri, dan kau yang membuatnya nyata. Memang kau suka menonton sebuah pertunjukan teater, tapi satu kali kau hidup di dalam cerita yang dibuat manusia. Memang terkadang sebuah rekayasa agak sulit diterima.
“bengong aja kak. Es krimnya meleleh tuh. Biasanya kakak yang bawel jika es krim coklat ini yang meleleh sia-sia.”
Aku tersenyum kecut, lalu mencicil eskrim ini sampai habis. Hawa semakin dingin saja. Tempat ini di luar ruangan. Di halaman kafe ini. Jadi cahaya matahari bisa sangat setia menyentuh kita dengan kehangatan sampai cahaya bulan menjadi penerang jalan.
“sudah malam ya, cepat sekali. Wah telepon gengamku tidak ada sms. Biasanya ada yang mengirim pesan singkat, atau ada pangilan yang tidak terjawab jika aku tidak menjawab pesan singkat itu.” Kau tertawa, seolah lepas dari luka yang baru kau alami.
Aku lalu mengirim sms secara diam-diam. Sebuah pesan singkat yang sederhana saja. Lalu telepon gengammu berdering. Sebuah lagu berbahasa korea. Entah apa judulnya. Lalu kau menengok ke arahku.
“terima kasih ya kak” ucapmu.
“iya, ayo kita pulang.” Sautku.
Setelah memberi salam pada pemilik kafe dan juga sebuah tanaman di dalam pot kita langsung pulang. Tanaman itu kita yang memberikan untuk kafe ini, untuk kenang-kenangan saja. Sekaligus mungkin sebagai pengingat jika kita selalu kemari di setiap bulan. Di pot itu ada gambar monyet dan kura-kura. Monyet adalah sebuah keceriaan, sedangkan kura-kura mengartikan sesuatu yang abadi. Suatu saat jika kita tua dan lupa, mungkin kita akan tertawa dan teringat lagi masa lalu kita di kafe ini.
“makasih ya kak, sedih sudah hilang.”
“sudah aku katakan jika eskrim memang ajaib.”
“tidak perlu kuantar pulang?”
“tidak, angkot masih banyak, aku takut kau tersasar. Pulang ke rumah saja kau masih tersasar” hari ini benar-benar banyak tawa.
“dan bodohnya gurumu selalu memintaku menjadi seorang pemandu.”
Kita menghabiskan beberapa menit di bawah lampu jalan yang kian remang. Bercanda di sepinya jalan, hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang. Setelah itu kita berpisah. Aku menyaksikanmu menaiki sebuah mikrolet, lalu kau melambai ke arahku, dan mengatakan terima kasih dari balik jendela. Tidak berapa lama kemudian, tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk ke dalam telepon gengamku. Ternyata sebuah pesan darimu.
“kak, salah naik angkot nih. hahaha”
12 agustus 2011
Comments
Post a Comment