Hujan
Ka, lihat ada hujan lagi. Ayo kita mengurungnya dalam kenangan.
Setelah itu kau menarik lenganku dari dalam rumah, tanpa membawa payung ataupun jas hujan. Kau tidak pernah berpikir jika nanti malam kita akan menahan gigil panjang di depan perapian dengan selimut tebal. Dan esok kita akan terbaring lemas dengan demam yang tinggi. Tapi, itulah kau, orang yang selalu aku cintai dengan segala keunikannya.
Hujan, kita selalu kurung mereka pada kenangan. Hujan mana yang tidak mau dikurung dalam kenangan, karena mereka akan kekal, karena mereka jatuh tidak sia-sia. Kadang mereka merasa sia-sia belaka seandainya jatuh tanpa ada yang satu pun mengingatnya, kecuali para ibu yang lupa mengangkat jemuran di teras rumah.
Pohon mangga dan angsana menari bersama kita dalam hujan yang tidak bisa dibilang kecil juga. Rerumputan mendadak terbangun dari tidur panjang juga katak yang kini berpesta tanpa adanya jamuan lalat ataupun serangga.
Kira-kira hujan terbuat dari apa ya kak?
Pertanyaan dulu teringat kembali, saat kita menikmati hujan di sela-sela senja. Kafe ini seolah semakin menawarkan rasa tersendiri selain capucino ataupun es krim yang kita pesan saat itu. Aku ingat kau mengaduk es krim tidak seperti biasa, sedikit lebih cepat hingga mereka meleleh sebelum senja berakhir. Kemudian ada tawa juga kata yang kita tebar ke udara.
Lebih dari sekedar air yang menguap sepertinya kak.
Lalu?
Aku berpikir hujan mengandung semacam kenangan, apalagi kenangan dari semua orang yang pernah kehujanan, yang harus kita tangkap dan kita simpan rapih di sela-sela buku diari, ataupun cerita yang kau buat. Sembali mengaduk eskrim cokelat. Kau tidak sadar jika es krim yang kau pesan dan pasrah di hadapanmu kini mencair, menjadi susu kembali.
Kau pun mengeluarkan telepon gengammu dan memutar sebuah musik dari sana. Lagu Hujan dari Utopia, lagu tentang hujan dan kenangan yang kekal. Kau mengatakan agar kita bisa mengingat setiap hujan yang dikirim tuhan. Agar kita sama-sama bisa yakin tidak ada yang bisa membuat kita ragu untuk mengurung hujan kali ini.
Untuk kali ini aku setuju padamu. Hujan mengandung semacam kenangan, belum lagi kenangan dari semua orang yang selalu kehujanan. Seperti dalam setiap film, hujan disimbolkan sebagai simbol kepiluan akan kesepian yang akan, sedang ataupun sudah dirasakan. Hujan, dia sangat tua, tapi masih bisa sangat baik untuk bermain dengan anak-anak ataupun orang yang menjelma anak-anak seperti kita.
Seperti dalam film saja perbincangan kita ini kak. Kau tertawa. Adakah yang lebih manis dari tawa dan senyum itu.
*****
Jadi kita pergi kak?
Ya, jam berapa aku menjemputmu?
Sehabis isya, lelah masih menempel pada jemari tangan dan kakiku.
Di malam akhir pekan kuajak kau menikmati bulan yang sedang purnama pada sebuah makan malam yang sederhana. Cukup indah purnama saat ini namun tidak seindah dirimu di malam ini. Di luar itu kita tanpa sadar memilih warna pakaian yang sama. Tuhan sepertinya sedang asik menikmati kisah kita ini dari balik awan yang terlihat samar.
NB: Hujan -Utopia
Agustus 2012
Comments
Post a Comment