Komedi Putar
Di depan kita adalah komedi putar, dan biarkanlah dia berputar seiring waktu yang tidak pernah berhenti menanti untuk datangnya hari di mana dia selesai untuk bertugas. Lampu-lampu seolah memberi segala fatamorgana. Kita berdua akan menikmati rasanya berada di negeri dongeng, dengan kereta kencana dan kuda putih. Aku mungkin akan menjadi pangeran yang selalu menaiki kuda putih dengan pedang di tangan kanan lalu kau akan menjadi putri yang selalu siap untuk kulindungi raganya.
Saat kita menaiki komedi putar, sihir waktu tidak akan pernah berlaku. Aku yakin waktu akan seolah berhenti, sementara di antara kita tidak akan pernah tua. Senyum yang kekal, kebahagiaan yang tidak pernah kunjung padam. Dan kita akan menikmati perasaan yang mendalam terhadap diri pasangan kita. Aku mencintaimu, mungkin sangat cinta.
Rasakan tiap putaran dengan cinta, rasakan cinta di setiap putarannya, aku yakin keajaiban akan terjadi dan aku berjanji kita tidak akan pernah bisa untuk tua.
Aku sudah merencanakan tentang cerita kita yang seperti dongeng ini. Setelah itu biarkan sang komedi putar yang menawarkan berbagai candu yang dapat melupakan kita dari segala kemunafikan. Aku memesan tiket, dan aku yakin komedi putar itu telah menunggumu kita lama, mungkin sangat lama hanya untuk kita menaikinya. Semenjak seorang malaikat bercerita tentang kita berdua, komedi putar tersebut semakin tidak sabar untuk melihat kita berdua dan menaikinya segera, dan nikmati segala fatamorgana yang komedi putar ini sajikan.
*****
Malam ini mendung, langit tanpa bintang, seolah akan turun hujan. Tapi, aku tidak perlu cemas, karena sebelum ke mari ibumu sudah memintaku untuk membawa payung. Dia bilang jika nanti malam akan turun hujan, padahal ibumu bukan seorang peramal ataupun penebak cuaca, hanya wanita hebat yang selalu menyiapkan bekalmu saat kau hendak pergi. Firasat seorang ibu benar-benar kuat ya.
Lampu temaram yang remang, orang-orang yang berlalu lalang tanpa tujuan. Sepertinya mereka hanya sebuah tokoh figura saja seperti di dalam setiap cerita. Tapi mereka menambahkan ramainya suasana karnaval malam ini. ada seorang anak yang memengang balon merah, ada seorang ayah yang mengendong anak perempuannya di atas pundak, ada sepasang kekasih bergandengan tangan, ada pula dua ekor kucing yang berbagi sepotong daging ikan.
“kita kemana?”
“ke negeri dongeng, kau pulang kampung ya, haha...”
“boleh juga ka, jadi rindu bagaimana bergelut dengan sapu dan debu.”
“jangan lupakan lima ekor tikus yang pandai berbicara dan bernyanyi itu. Bukankah mereka teman baikmu.”
“mana mungkin lupa, banyak rahasia yang aku simpan pada mereka.”
“tentang orang yang kau suka ya? Haha”
“tidak juga, mungkin lebih sering karena harus berkutat pada baju yang sama di setiap harinya. Padahal bekerja di dalam kerajaan”
“lantas, masih mau menjadi seorang upik abu yang setia dalam kerajaan tersebut?”
“aku tidak ingin lupa pada kulitku dulu. Lantas kau mau jadi apa kak?
“menjadi seorang petani singkong, sepertinya baik. apakah cocok berpasangan dengan seorang upik abu kerajaan?”
Kau tertawa. Kita masih berjalan melangkah dengan perlahan. Sesekali aku melirik langit. Takut-takut hujan lebat akan turun juga. Lalu akan aku buka payung yang sejak malam tadi aku simpan. Awan masih saja mendung, angin bertiup agak kencang. Kau menggunakan jaket berwarna merah. Tidak terlalu tebal memang, dan karena itu aku semakin khawatir jika kalau-kalau kau sakit.
“butuh jaket tambahan. Angin semakin kencang saja.”
“tidak perlu.”
“aku takut kau sakit saja.”
Kau mengelengkan kepala, aku pun tidak ingin mengubrisnya terlalu jauh. Tiba-tiba kau berhenti, menarikku, lalu menunjuk sebuah boneka berbentuk babi merah jambu. Boneka yang dipajang di salah satu tenda pedagang sebagai hadiah untuk menembak sasaran dengan tepat.
“kau mau itu? Bukankah sudah ada jeto di kamarmu? Aku takut jika mereka bertengkar untuk mendapatkan pelukanmu.”
“nanti aku buat agar mereka bersahabat dengan baik. Jika perlu aku tentukan siapa yang akan memeluk aku di setiap malamnya.”
“boneka yang beruntung” bisikku pelan.
“apa katamu tadi?”
“tidak apa-apa. Sungguh.”
Kita pun ke pedagang itu. Lima ribu, dapat tujuh kali tembakan. Tujuh kali tembakan tepat, maka aku akan mendapatkan boneka babi itu, dan juga mencuri sedikit perhatianmu. Aku tidak terlalu buruk dalam hal menembak, tapi paling buruk dalam hal menebak dan menembak perasaan. Semoga malam ini mujur.
“yang bener nembaknya.”
“kalo yang menjadi sasaran itu adalah perasaanmu, pasti aku sangat semangat.”
“ ada-ada saja kau kak”
Kemujuran malam ini benar-benar tidak datang. Padahal sudah kuminta dewi keberuntungan datang walau hanya satu menit saja. Aku hanya bisa menembak 2 sasaran. Hanya mendapat sebuah pin. Aku memilih pin bergambar babi. Tidak terlalu besar pin bergambar babi tersebut.
“sepertinya jauh lebih baik ya, karena jeto tidak harus bertengkar dengan boneka yang entah akan kau beri nama apa nanti jika aku mendapatkannya.”
“tapi kan aku ingin boneka itu ka. Agar jika saat aku tidak ada di dalam kamar, jeto ada teman mengobrolnya. Biar dia tidak kesepian.”
Selalu saja ada alasan di setiap kekurangan. Setidaknya aku ada topik pembicaraan dengamu. Daripada hanya diam saja. Angin bertambah kencang. Daun-daun tampak mulai berguguran satu persatu.
“ka.”
“apa?”
“dinginnya.”
“kan sudah aku katakan tadi.”
“ya sudah aku menerima tawaranmu ka.”
“tawaran menjadi kekasihku?”
“tawaran jaket yang tadi lah. memang kapan kau menawarkan hal itu?”
“ya sudah sekarang saja.”
Aku tertawa, kau pun tertawa. Memang seperti sebuah candaan, tapi terkadang aku menyelipkan perasaan dalam candaan. Tanpa pikir panjang aku pun melepas jaket lusuhku, setidaknya bisa membuatmu lebih hangat, lebih bisa tahan dengan udara dingin ini. Langit tidak jadi hujan, tiba-tiba banyak bunga bermekaran di langit. Membuat langit tampak terang dengan warna-warna. Sesaat kita tertegun karenanya.
“semakin malam saja ya?”
“ayo kita ke komedi putar yang aku janjikan sebelumnya.”
“benar-benar bisa ke negeri dongeng?”
“jika kau percaya. Merry go round goes.”
Di depan kita kini adalah komedi putar, dan biarkanlah dia berputar seiring waktu yang tidak pernah berhenti menanti untuk datangnya hari dimana dia selesai untuk bertugas. Lampu-lampu seolah memberi segala fatamorgana. Kita berdua akan menikmati rasanya berada di negeri dongeng, dengan kereta kencana dan kuda putih. Aku mungkin akan menjadi pangeran yang selalu menaiki kuda putih dengan pedang di tangan kanan lalu kau akan menjadi putri yang selalu siap untuk kulindungi raganya.
Setelah itu kita abadi dalam cahaya dan juga kuda-kuda yang tidak pernah berhenti untuk berputar. Angkasa masih penuh dengan kembang api, terang karena cahaya warna tanpa henti. Dan sementara hujan sepertinya benar-benar tidak akan turun.
“firasat ibumu kali ini salah ya.” Bisiku.
s 21 agustus 2011
Di depan kita adalah komedi putar, dan biarkanlah dia berputar seiring waktu yang tidak pernah berhenti menanti untuk datangnya hari di mana dia selesai untuk bertugas. Lampu-lampu seolah memberi segala fatamorgana. Kita berdua akan menikmati rasanya berada di negeri dongeng, dengan kereta kencana dan kuda putih. Aku mungkin akan menjadi pangeran yang selalu menaiki kuda putih dengan pedang di tangan kanan lalu kau akan menjadi putri yang selalu siap untuk kulindungi raganya.
Saat kita menaiki komedi putar, sihir waktu tidak akan pernah berlaku. Aku yakin waktu akan seolah berhenti, sementara di antara kita tidak akan pernah tua. Senyum yang kekal, kebahagiaan yang tidak pernah kunjung padam. Dan kita akan menikmati perasaan yang mendalam terhadap diri pasangan kita. Aku mencintaimu, mungkin sangat cinta.
Rasakan tiap putaran dengan cinta, rasakan cinta di setiap putarannya, aku yakin keajaiban akan terjadi dan aku berjanji kita tidak akan pernah bisa untuk tua.
Aku sudah merencanakan tentang cerita kita yang seperti dongeng ini. Setelah itu biarkan sang komedi putar yang menawarkan berbagai candu yang dapat melupakan kita dari segala kemunafikan. Aku memesan tiket, dan aku yakin komedi putar itu telah menunggumu kita lama, mungkin sangat lama hanya untuk kita menaikinya. Semenjak seorang malaikat bercerita tentang kita berdua, komedi putar tersebut semakin tidak sabar untuk melihat kita berdua dan menaikinya segera, dan nikmati segala fatamorgana yang komedi putar ini sajikan.
*****
Malam ini mendung, langit tanpa bintang, seolah akan turun hujan. Tapi, aku tidak perlu cemas, karena sebelum ke mari ibumu sudah memintaku untuk membawa payung. Dia bilang jika nanti malam akan turun hujan, padahal ibumu bukan seorang peramal ataupun penebak cuaca, hanya wanita hebat yang selalu menyiapkan bekalmu saat kau hendak pergi. Firasat seorang ibu benar-benar kuat ya.
Lampu temaram yang remang, orang-orang yang berlalu lalang tanpa tujuan. Sepertinya mereka hanya sebuah tokoh figura saja seperti di dalam setiap cerita. Tapi mereka menambahkan ramainya suasana karnaval malam ini. ada seorang anak yang memengang balon merah, ada seorang ayah yang mengendong anak perempuannya di atas pundak, ada sepasang kekasih bergandengan tangan, ada pula dua ekor kucing yang berbagi sepotong daging ikan.
“kita kemana?”
“ke negeri dongeng, kau pulang kampung ya, haha...”
“boleh juga ka, jadi rindu bagaimana bergelut dengan sapu dan debu.”
“jangan lupakan lima ekor tikus yang pandai berbicara dan bernyanyi itu. Bukankah mereka teman baikmu.”
“mana mungkin lupa, banyak rahasia yang aku simpan pada mereka.”
“tentang orang yang kau suka ya? Haha”
“tidak juga, mungkin lebih sering karena harus berkutat pada baju yang sama di setiap harinya. Padahal bekerja di dalam kerajaan”
“lantas, masih mau menjadi seorang upik abu yang setia dalam kerajaan tersebut?”
“aku tidak ingin lupa pada kulitku dulu. Lantas kau mau jadi apa kak?
“menjadi seorang petani singkong, sepertinya baik. apakah cocok berpasangan dengan seorang upik abu kerajaan?”
Kau tertawa. Kita masih berjalan melangkah dengan perlahan. Sesekali aku melirik langit. Takut-takut hujan lebat akan turun juga. Lalu akan aku buka payung yang sejak malam tadi aku simpan. Awan masih saja mendung, angin bertiup agak kencang. Kau menggunakan jaket berwarna merah. Tidak terlalu tebal memang, dan karena itu aku semakin khawatir jika kalau-kalau kau sakit.
“butuh jaket tambahan. Angin semakin kencang saja.”
“tidak perlu.”
“aku takut kau sakit saja.”
Kau mengelengkan kepala, aku pun tidak ingin mengubrisnya terlalu jauh. Tiba-tiba kau berhenti, menarikku, lalu menunjuk sebuah boneka berbentuk babi merah jambu. Boneka yang dipajang di salah satu tenda pedagang sebagai hadiah untuk menembak sasaran dengan tepat.
“kau mau itu? Bukankah sudah ada jeto di kamarmu? Aku takut jika mereka bertengkar untuk mendapatkan pelukanmu.”
“nanti aku buat agar mereka bersahabat dengan baik. Jika perlu aku tentukan siapa yang akan memeluk aku di setiap malamnya.”
“boneka yang beruntung” bisikku pelan.
“apa katamu tadi?”
“tidak apa-apa. Sungguh.”
Kita pun ke pedagang itu. Lima ribu, dapat tujuh kali tembakan. Tujuh kali tembakan tepat, maka aku akan mendapatkan boneka babi itu, dan juga mencuri sedikit perhatianmu. Aku tidak terlalu buruk dalam hal menembak, tapi paling buruk dalam hal menebak dan menembak perasaan. Semoga malam ini mujur.
“yang bener nembaknya.”
“kalo yang menjadi sasaran itu adalah perasaanmu, pasti aku sangat semangat.”
“ ada-ada saja kau kak”
Kemujuran malam ini benar-benar tidak datang. Padahal sudah kuminta dewi keberuntungan datang walau hanya satu menit saja. Aku hanya bisa menembak 2 sasaran. Hanya mendapat sebuah pin. Aku memilih pin bergambar babi. Tidak terlalu besar pin bergambar babi tersebut.
“sepertinya jauh lebih baik ya, karena jeto tidak harus bertengkar dengan boneka yang entah akan kau beri nama apa nanti jika aku mendapatkannya.”
“tapi kan aku ingin boneka itu ka. Agar jika saat aku tidak ada di dalam kamar, jeto ada teman mengobrolnya. Biar dia tidak kesepian.”
Selalu saja ada alasan di setiap kekurangan. Setidaknya aku ada topik pembicaraan dengamu. Daripada hanya diam saja. Angin bertambah kencang. Daun-daun tampak mulai berguguran satu persatu.
“ka.”
“apa?”
“dinginnya.”
“kan sudah aku katakan tadi.”
“ya sudah aku menerima tawaranmu ka.”
“tawaran menjadi kekasihku?”
“tawaran jaket yang tadi lah. memang kapan kau menawarkan hal itu?”
“ya sudah sekarang saja.”
Aku tertawa, kau pun tertawa. Memang seperti sebuah candaan, tapi terkadang aku menyelipkan perasaan dalam candaan. Tanpa pikir panjang aku pun melepas jaket lusuhku, setidaknya bisa membuatmu lebih hangat, lebih bisa tahan dengan udara dingin ini. Langit tidak jadi hujan, tiba-tiba banyak bunga bermekaran di langit. Membuat langit tampak terang dengan warna-warna. Sesaat kita tertegun karenanya.
“semakin malam saja ya?”
“ayo kita ke komedi putar yang aku janjikan sebelumnya.”
“benar-benar bisa ke negeri dongeng?”
“jika kau percaya. Merry go round goes.”
Di depan kita kini adalah komedi putar, dan biarkanlah dia berputar seiring waktu yang tidak pernah berhenti menanti untuk datangnya hari dimana dia selesai untuk bertugas. Lampu-lampu seolah memberi segala fatamorgana. Kita berdua akan menikmati rasanya berada di negeri dongeng, dengan kereta kencana dan kuda putih. Aku mungkin akan menjadi pangeran yang selalu menaiki kuda putih dengan pedang di tangan kanan lalu kau akan menjadi putri yang selalu siap untuk kulindungi raganya.
Setelah itu kita abadi dalam cahaya dan juga kuda-kuda yang tidak pernah berhenti untuk berputar. Angkasa masih penuh dengan kembang api, terang karena cahaya warna tanpa henti. Dan sementara hujan sepertinya benar-benar tidak akan turun.
“firasat ibumu kali ini salah ya.” Bisiku.
s 21 agustus 2011
Comments
Post a Comment